JABATAN DAN KEKUASAAN AMANAT YANG SERING DIKHIANATI
Oleh : Ir. H. Agus Purwadyo
Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: ”Hai
kaumku, semahlah Alllah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuranya,
karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudia bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS.
Hud:61)
Setiap orang yang normal tentu sangat senang jika dalam
hidupnya dia menduduki sebuah jabatan yang strategis, terlebih lagi jika
jabatan itu ”basah” (banyak duit, bergelimang uang). Untuk jabatan yang
seperti inilah manusia saling berlomba-lomba untuk mendapatkannya, apapun
resiko dan rintangannya pasti akan diterjang dan dilindas sampai tuntas. Tidak
jarang kita dijumpai untuk mengejar jabatan basah ini seseorang kadang-kadang dipaksa atau
terpaksa mengorbankan kehormatan diri dan aqidahnya, sesuatu yang paling asasi
yang seharusnya dia pertahankan dengan taruhan darah dan nyawa kalau perlu,
terpaksa dia relakan untuk ditukar dengan jabatan yang tentu saja sangat
temporal sifatnya alias tidak langgeng. Nah bagi jenis manusia yang ”gila
jabatan” seperti ini, maka filosofi hidupnya biasanya mirip katak. Ke atas (baca:
kepada atasan) dia akan menyembah dan menjilat. Ke samping (kepada anak
buah/bawahan) tanpa rasa kasihan sedikitpun dia akan menginjak hak bawahan dan
mendepak siapa saja bawahanyang tidak disukainya. Tentu saja perilaku seperti
ini sangat menjijikan dan sangat pantas untuk mendapatkan murka Allah,
sebagaimana peringatan Rasulullah hadits Ma’qil bin Yasar. Diriwayatkan dari
Hasan dan katanya : Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda : ”Siapa yang
ditaklifkan oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu
rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Bukhori hadits No. 23)
Seorang pejabat yang telah menipu rakyat yang diwakilinya
maupun yang dipimpinnya, pada hakekatnya dia berkhianat terhadap amanat jabatan
yang ada di pundaknya, maka jadilah dia pejabat yang munafik, mempunyai muka
yang tidak hanya dua bahkan banyak wajah dan penampilannya tergantung situasi
dan kondisi. Sekali pejabat ini berbohong karena menipu, dia akan menutupi
aibnya itu dengan kebohongan, kebohongan yang satu akan ditutupi dengan
kebohongan berdiri di atas kebohongan, masya allah ... na’udzubillah.
Agaknya keadaan pejabat yang suka bohong ini pernah digambarkan oleh rasulullah
berikut ini : Diriwayatkan dari Huzaifah katanya: ”Umar pernah bertanya
kepadaku ketika aku bersamanya. Katanya: Siapakah di antara kamu yang pernah mendengar
Rasulullah meriwayatkan tentang fitnah?”Para sahabat menjawab : ”kami pernah
mendengarnya.” seorang lelaki bersama keluarga dan tetangganya?”Mereka menjawab
: ”Ya, benar.” Umar berkata : ”Fitnah tersebut bisa dihapuskan oleh shalat, puasa dan zakat. Tetapi, siapakah di antara kamu yang pernah
mendengar Nabi bersabda tentang fitnah bergelombang?” Huzaifah berkata: “Para
sahabat terdiam. Kemudian Hudzaifah berkata: “Aku, wahai Umar!” Umar berkata:
“Engkau.” Lantas Umar memuji dengan berkata “Ayahmu adalah milik Allah”.
Huzaifah berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Fitnah akan melekat di
hati manusia bagaikan tikar yang dianyam secara tegak-menegak antara satu sama
lain. Mana-mana hati yang dihinggapi oleh fitnah, niscaya akan terlekat padanya
bintik-bintik hitam. Begitu juga mana-mana hati yang tidak dihinggapinya, akan
terlekat padanya bintik-bintik putih sehinggalah hati tersebut terbagi dua:
Sebagian menjadi putih bagaikan batu licin yang tidak lagi terkena bahaya
fitnah, selama langiit dan bumi masih ada. Sedang sebagian yang lain menjadi
hitam keabua-abuan seperti bekas tembaga berkarat, tidak menyuruh kebaikan dan
tidak pula melarang kemungkaran, segala-galanyaadalah mengikuti keinginan.”(HR. Bukhori hadits no. 6567, Muslim no.
207, Tirmidzi no. 2164, Ibnu Majah no. 3945). Bagaimana jadinya kalau pejabat
(baik eksekutif legislative maupun yudikatif) didalam mengelola negarar
ini dengan mengikuti keinginan hawa nafsu, terutama nafsu ashobiyah (fanatisme
buta) politiknya? Maka jadilah seperti Negara Indonesia SEKARANG.
Oleh karenanya tidak perlu heran jika banyak pejabat
dan penguasa di Indonesia ini yang korup, main selingkuh dan ada pula yang
seakan akan untouchable (tak dapat disentuh) di depan hokum. Dalam hal
ini Rasulullah bersabda yang diriwayatkan dari Abu Hurairah katanya
sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda: “Seorang penzina tidak akan berzina
jika ketika itu diaberada di dalam keimanan. Seorang pencuri tidak akan mencuri jika ketika itu dia
berada di dalam keimanan. Begitu juga seorang peminum arak tidak akan memnium
arak jika ketika itu dia berada di dalam keimanan.” (HR. Bukhori no. 2995 dan Muslim no. 86) Jadi tegasnya
kalau ada pejabat yang sedang tidak beriman. Demikianlah apabila memiliki
pejabat dan penguasa yang tidak beriman pasti akan dijumpai perilaku yang
menyimpang yang sangat tidak islami dalam mengelola negara ini. Dan jika
pejabat seperti ini berkuasa untuk melakukan pembangunan,pstilah hasilnya tidak
akan memihak kaum dlu’afa (kaum yang lemah), ini sangat bertentangan
diametral dengan ajaran Islam dan akhlaq Rasulullah panutan tercinta kita yang
sangat memihak kepada orang miskin.
ORIENTASI JABATAN UNTUK BEKAL AKHIRAT
Bagi orang yang beriman, jabatan apapun, sebenarnya
adalah ”amanat Allah”, bukankah kekuasaan itu milik Allah, sebagaimana
firman-Nya dalam Q.S Ali Imran: 26 : Katakanlah : ”Wahai Tuhan Yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. Di tanganMU-lah segala keabjikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
atas segala sesuatu.”
Seorang yang beriman yang sedang menjabat dan berkuasas
dia akan sadar bahwa tugasnya adalah mengejawantahkan kemakmuran dan rahmat
bagi alam semesta ini sebagaimana firman Allah : Dia telah menciptakan kamu
dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesunggguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (QS. Hud : 61). Sehingga
pejabat dan penguasa yang beriman mempunyai misi utama memakmurkan bumi yang berarti
menyejahterakan rakyatnya, membangun peradaban Islam yang terhormat bukan
membiarkan upaya pengebirian Islam, membangun yang berarti memperbaiki bukan
malah merusak. Bagaimana bisa disebut membangun, kalau ternyata hanyalah
kesengsaraan bagi rakyat jelata, (banjir bandang, kerusuhan sosial, melebarnya
jurang pemisah antara si kaya dan yang si kaya dan yang papa)??? Allah
berfirman dalam Al Qashash 77 : ”Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakanbahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.”