Rabu, 08 Januari 2014

KHOTBAH JUM'AT



JABATAN DAN KEKUASAAN AMANAT YANG SERING DIKHIANATI
Oleh : Ir. H. Agus Purwadyo

Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: ”Hai kaumku, semahlah Alllah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuranya, karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudia bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS. Hud:61)

Setiap orang yang normal tentu sangat senang jika dalam hidupnya dia menduduki sebuah jabatan yang strategis, terlebih lagi jika jabatan itu ”basah” (banyak duit, bergelimang uang). Untuk jabatan yang seperti inilah manusia saling berlomba-lomba untuk mendapatkannya, apapun resiko dan rintangannya pasti akan diterjang dan dilindas sampai tuntas. Tidak jarang kita dijumpai untuk mengejar jabatan basah  ini seseorang kadang-kadang dipaksa atau terpaksa mengorbankan kehormatan diri dan aqidahnya, sesuatu yang paling asasi yang seharusnya dia pertahankan dengan taruhan darah dan nyawa kalau perlu, terpaksa dia relakan untuk ditukar dengan jabatan yang tentu saja sangat temporal sifatnya alias tidak langgeng. Nah bagi jenis manusia yang ”gila jabatan” seperti ini, maka filosofi hidupnya biasanya mirip katak. Ke atas (baca: kepada atasan) dia akan menyembah dan menjilat. Ke samping (kepada anak buah/bawahan) tanpa rasa kasihan sedikitpun dia akan menginjak hak bawahan dan mendepak siapa saja bawahanyang tidak disukainya. Tentu saja perilaku seperti ini sangat menjijikan dan sangat pantas untuk mendapatkan murka Allah, sebagaimana peringatan Rasulullah hadits Ma’qil bin Yasar. Diriwayatkan dari Hasan dan katanya : Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda : ”Siapa yang ditaklifkan oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Bukhori hadits No. 23)

Seorang pejabat yang telah menipu rakyat yang diwakilinya maupun yang dipimpinnya, pada hakekatnya dia berkhianat terhadap amanat jabatan yang ada di pundaknya, maka jadilah dia pejabat yang munafik, mempunyai muka yang tidak hanya dua bahkan banyak wajah dan penampilannya tergantung situasi dan kondisi. Sekali pejabat ini berbohong karena menipu, dia akan menutupi aibnya itu dengan kebohongan, kebohongan yang satu akan ditutupi dengan kebohongan berdiri di atas kebohongan, masya allah ... na’udzubillah. Agaknya keadaan pejabat yang suka bohong ini pernah digambarkan oleh rasulullah berikut ini : Diriwayatkan dari Huzaifah katanya: ”Umar pernah bertanya kepadaku ketika aku bersamanya. Katanya: Siapakah di antara kamu yang pernah mendengar Rasulullah meriwayatkan tentang fitnah?”Para sahabat menjawab : ”kami pernah mendengarnya.” seorang lelaki bersama keluarga dan tetangganya?”Mereka menjawab : ”Ya, benar.” Umar berkata : ”Fitnah tersebut bisa dihapuskan  oleh shalat, puasa dan zakat. Tetapi, siapakah di antara kamu yang pernah mendengar Nabi bersabda tentang fitnah bergelombang?” Huzaifah berkata: “Para sahabat terdiam. Kemudian Hudzaifah berkata: “Aku, wahai Umar!” Umar berkata: “Engkau.” Lantas Umar memuji dengan berkata “Ayahmu adalah milik Allah”. Huzaifah berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Fitnah akan melekat di hati manusia bagaikan tikar yang dianyam secara tegak-menegak antara satu sama lain. Mana-mana hati yang dihinggapi oleh fitnah, niscaya akan terlekat padanya bintik-bintik hitam. Begitu juga mana-mana hati yang tidak dihinggapinya, akan terlekat padanya bintik-bintik putih sehinggalah hati tersebut terbagi dua: Sebagian menjadi putih bagaikan batu licin yang tidak lagi terkena bahaya fitnah, selama langiit dan bumi masih ada. Sedang sebagian yang lain menjadi hitam keabua-abuan seperti bekas tembaga berkarat, tidak menyuruh kebaikan dan tidak pula melarang kemungkaran, segala-galanyaadalah mengikuti keinginan.”(HR. Bukhori hadits no. 6567, Muslim no. 207, Tirmidzi no. 2164, Ibnu Majah no. 3945). Bagaimana jadinya kalau pejabat (baik eksekutif legislative maupun yudikatif) didalam mengelola negarar ini dengan mengikuti keinginan hawa nafsu, terutama nafsu ashobiyah (fanatisme buta) politiknya? Maka jadilah seperti Negara Indonesia SEKARANG.

Oleh karenanya tidak perlu heran jika banyak pejabat dan penguasa di Indonesia ini yang korup, main selingkuh dan ada pula yang seakan akan untouchable (tak dapat disentuh) di depan hokum. Dalam hal ini Rasulullah bersabda yang diriwayatkan dari Abu Hurairah katanya sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda: “Seorang penzina tidak akan berzina jika ketika itu diaberada di dalam keimanan. Seorang pencuri tidak akan mencuri jika ketika itu dia berada di dalam keimanan. Begitu juga seorang peminum arak tidak akan memnium arak jika ketika itu dia berada di dalam keimanan.” (HR. Bukhori no. 2995 dan Muslim no. 86) Jadi tegasnya kalau ada pejabat yang sedang tidak beriman. Demikianlah apabila memiliki pejabat dan penguasa yang tidak beriman pasti akan dijumpai perilaku yang menyimpang yang sangat tidak islami dalam mengelola negara ini. Dan jika pejabat seperti ini berkuasa untuk melakukan pembangunan,pstilah hasilnya tidak akan memihak kaum dlu’afa (kaum yang lemah), ini sangat bertentangan diametral dengan ajaran Islam dan akhlaq Rasulullah panutan tercinta kita yang sangat memihak kepada orang miskin.


ORIENTASI JABATAN UNTUK BEKAL AKHIRAT

Bagi orang yang beriman, jabatan apapun, sebenarnya adalah ”amanat Allah”, bukankah kekuasaan itu milik Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Ali Imran: 26 : Katakanlah : ”Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tanganMU-lah segala keabjikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”


Seorang yang beriman yang sedang menjabat dan berkuasas dia akan sadar bahwa tugasnya adalah mengejawantahkan kemakmuran dan rahmat bagi alam semesta ini sebagaimana firman Allah : Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesunggguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (QS. Hud : 61). Sehingga pejabat dan penguasa yang beriman mempunyai misi utama memakmurkan bumi yang berarti menyejahterakan rakyatnya, membangun peradaban Islam yang terhormat bukan membiarkan upaya pengebirian Islam, membangun yang berarti memperbaiki bukan malah merusak. Bagaimana bisa disebut membangun, kalau ternyata hanyalah kesengsaraan bagi rakyat jelata, (banjir bandang, kerusuhan sosial, melebarnya jurang pemisah antara si kaya dan yang si kaya dan yang papa)??? Allah berfirman dalam Al Qashash 77 : ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakanbahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”


           

0 komentar :

Posting Komentar