Minggu, 24 November 2013

Hari Minggu



  Kontradiksi di tengah Nausea

Mereka membuat dua kubu yang saling menghujatnya. Satu kubu berniat menghantamnya dengan omongan yang terasa merusaknya disebut si kiri, dikubu lain berniat memuji akan kenyamanan darinya disebut si kanan. Dan inilah celotehan dari kubu-kubu itu.
Si kiri berkata, “Dia kadang dinanti setiap insan untuk bepergian mencari tempat yang nyaman. Dia selalu ditunggu sebagian umat untuk pergi bertobat. Entah kenapa dia begitu istimewa bagi mereka yang merasa? Entah kenapa dia terasa begitu magis bagi mereka yang memburu nilai magis?”
Tak cukup dengan itu si kiri mempertegas dengan demikian, “Tak ada penjelasan yang membuktikan kenapa dia yang begitu sakral. Kita tenggok apa yang terjadi ketika dia telah dinikmati. Pemburu upah datang telat dengan dalih menyalahkannya karena membuat diri menjadi penat. Para penggaji pun turut dicari-cari karena lelah bersafari.  Apa yang salah darinya begitu tragis nasibnya menjadi sasaran alasan setiap nyawa”
Tak terima dengan kicauan si kanan mencoba untuk membelanya, “Dia memang sacral tapi dia bukan pembawa sial. Dia tak begitu tragis asalkan semua tak berbuat sinis. Dia bukan hanya jujukan umat tapi juga penghilang penat. Dia juga beda dengan yang lainnya. Dia berada di kepungan warna hitam kelam. Lantas mana yang salah darinya kalau dia tak berbuat ulah.”
Itulah kontradiksi akibat kemunculannya. Kontradiksi yang tergantung pada persepsi setiap insani. Insani yang mempermasalahkan dengan duniawi atau insani yang merasa diantarkan ke surgawi. Bahkan insani yang tak mempersalahkannya begitu berarti karena tak tahu harus bagaimana menyikapi.

0 komentar :

Posting Komentar