Sabtu, 20 April 2013

Pilih Jadi “MAHA” atau “HAMA”


Pemuda yang dapat berkuliah atau dapat merasakan nikmatnya bangku perkuliahan kini mulai bangga. Bagaimana tidak, sekarang mereka sudah menyandang gelar “maha”. Maha disini mengerucut kepada sesuatu yang sangat dimuliakan. Namun dari gelar “maha” yang mereka sandang justru menjadi beban ataupun tanggung jawab yang besar  untuk mereka buktikan  apakah mereka pantas untuk dimuliakan atau tidak.

Di era yang segala hal dapat dilakukan secara instant, menuntut para mahasiswa harus aktif, berpikir lebih kreatif,inovatif dan memilkii daya saing yang tinggi antara satu dengan yang lainnya. Karena memang para pemuda lah yang masih mempunyai semangat yang membara yang semestinya dapat menguntungkan dirinya sendiri khususnya serta banyak oranglain yang sedang menunggu hasil karyanya.

Menengok ke belakang tentang permasalahan bahwa tingkat pendidikan tidak menentukan bahwa seseorang akan sukses atau tidak. Memang kesuksesan tidak dapat ditebak atau diprediksikan kalau kita hanya memberikan penilaian dari tingkat pendidikan saja. Banyak sarjana yang mendapatkan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, dalam artian tidak sesuai dengan bidang apa yang digelutinya ketika kuliah dulu, bahkan banyak pula sarjana yang menjadi pengangguran.

Mungkin itu adalah sampel kecil permasalahan dari segi kehidupan mahasiswa ataupun sarjana yang dulunya juga menjadi mahasiswa. Oleh karena itu, para pemuda sekarang harus pintar-pintar mengatur strategi agar tidak terulang kembali kisah seperti itu pada dirinya.

Mahasiswa yang sangat membenci dan menolak ketidakadilan terhadap nasib seperti itu pasti akan bergerak cepat untuk menghindari kejadian itu agar tidak menimpanya. Tidak hanya nasib dari kaum mahasiswa sendiri saja yang mereka prioritaskan tetapi nasib para ornag-orang yang kurang beruntung, mereka juga prioritaskan agar dapat kesamaan hak dalam hal kebahagiaan.

Menilik ke belakang tentang tragedi pada 12 Mei 1998 yang kisahnya sering disebut dengan TRISAKTI yang menewaskan Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidi Royan dan Hendriawan Sie yang sedang berjuang untuk kebaikan dan berjuang untuk menuntut sebuah keadilan atau menuntut penurunan presiden Soeharto dari jabatannya karena ekonomi Indonesia goyah yang disebabkan oleh pengaruh krisis finansial atau moneter yang dialami di Asia.

Nasib rakyat Indonesia yang terpontang-pantingkan oleh rezim atau kekuasaan pemimpin yang hanya menguntungkan dirinya sendir dan para antek-anteknya. Ini menjadi bukti bahwa mahasiswa memang mempunyai semangat yang luar biasa dan menggelegar dalam setiap aksinya.Hanya untuk membela nasib suatu kaum yang mungkin mereka belum kenal siapa yang mereka bela itu, mereka rela mengorbankan nyawanya untuk sebuah keadilan.

Dari peristiwa itu, hingga sekarang banyak gerakan-gerakan mahasiswa ataupun sekumpulan pemuda yang menuntut perombakan atau reformasi untuk kemajuan bangsa ini demi mengarungi era globalisasi sekarang ini. Mereka menginginkan sdebuah peradaban yang baik untuk bangsa ini.

Gerakan-gerakan mahasiswa yang ingin menyongsong perubahan globalisasi sering terhambat oleh pemikiran masyarakat yang kebanyakan diantaranya masih mempercayai dan mengagungkan adat-budayanya. Memang kita tidak boleh melarang bahkan mengutuk masyarakat yang memiliki pola pemikiran seperti itu. Namun sebagai kaum ilmiah, seharusnya para mahasiswa ataupun pemuda yang ingin menyongsong perubahan globalisasi harus mau dan mampu untuk meluluhkan masyarakat dengan ide-ide cemerlang mereka.

Pendekatan sosial atau interaksi sosial yang berlebih mungkin dapat meluluhkan hati masyarakat dan beralih menuju era globalisasi tanpa meninggalkan adat-budayanya. Pendekatan yang dilakukan bisa pendekatan per kelompok atau bahkan langsung pendekatan personal yang tentu lebuh baik karena kita mampu mengenal dan memahami pola pikir orang tersebut. Kaum ilmiah harus mampu meyakinkan kepada masyarakat tentang gerakan yang harus dilakukan untuk menyongsong perubahan globalisasi. Meskipun globalisasi banyak yang menyimpang dari adat dan budaya masyarakat, para kaum ilmiah yang disini dikhususkan kepada mahasiswa harus mampu merubah pemikiran masyarakat terhadap dampak negatif dari globalisasi tersebut.

Sebagai lakon penyongsong perubahan globalisasi, mahasiswa harus selektif dalam mengikuti suatu gerakan yang bertujuan untuk kepentingan umum. Banyak gerakan yang niatnya untuk menuntut hak rakyat yang tertindas oleh rezim biadab yang melenceng dari ideologi negara ataupun melenceng dari sumpah atau janji yang pernah dibuat oleh si pemimpin. Pernah pada pertengahan tahun 1991 di Yogyakarta gerakan mahasiswa yang ingin menentang kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) di kampus Bulaksumur Universitas Gadjah Mada. Namun gerakan itu sangat menyimpang dari pergerakan pada umumnya karena gerakan mahasiswa kali ini memakai cara yang justru merusak atau menyakiti dirinya sendiri yaitu dengan cara mogok makan. Memang pada awalnya mereka berniatan baik, tapi cara mereka untuk mengemukakan pendapat itu yang salah. Bahkan di luar negeri sana ada cara yang lebih ekstrim, misalnya menjahit mulut mereka. Jadi, sebagai seorang mahasiswa yang akan menyongsong perubahan globalisasi, kita dituntut harus selektif dalam pemilihan budaya,tingkah-laku,cara penyelesaian masalah dari berbagai penjuru dunia yang sekarang dapat terekspose dengan mudah dan cepat.

Kita seorang mahasiswa yang akan memainkan peran kita sebagai lakon penyongsong perubahan globalisasi, kita harus membaca skrip atau naskah Bak seorang aktor yang akan memainkan perannya dalam sebuah drama. Dalam artian kita harus mengenal dan memahami medan atau panggung yang akan gunakan dalam memainkan atau menjalankan tugas kita sebagai penyongsong perubahan globalisasi. Selain itu, kita harus mampu menempatkan diri kita pada blocking yang benar, maksudnya kita harus tahu mana posisi yang baik untuk kita dan mana posisi yang buruk untuk kita. Meskipun kita harus siap menanggung resiko, setidaknya kita sudah tahu mana yang baik dan mana yang benar. Improvisasi dalam penyelesaian masalah ataupun improvisasi dalam menemukan suatu karya yang baru juga dibutuhkan oleh mahasiswa dalam menyongsong perubahan globalisasi.

Jadi ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menyongsong perubahan globalisasi yaitu mampu beradaptasi dengan keadaan yang penuh halang-rintang atau hanya mengikuti alur main dari halang-rintang itu saja atau bahkan mampu melewati halang-rintang tersebut dengan cara yang kotor yang mungkin akan merugikan orang lain.

Jadi manakah yang kau pilih! Jadi “maha” atau “hama”.





Daftar pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti

http://gerakanmahasiswa.blogspot.com/search/label/mogok%20makan

0 komentar :

Posting Komentar