Karya : Wisnu Wardhani
langkah anak modin |
Di saat aku belum sekolah adalah
masa-masa yang menggembirakan dan menyedihkan, pada waktu itu hari-hariku hanya
dipenuhi dengan bermain dan terus bermain tanpa ada fikiran yang membuatku
stress, sedih karena seperti apa yang ku tulis di atas, aku memiliki fisik yang
lemah, dan menangis apabila digoda oleh teman-temanku, oleh karena itu aku
sering menjadi sasaran empuk bagi mereka untuk terus menggodaku, aku terus
menangis karena ulah mereka, hanya kedua kakakku yang dapat membela kasih
sayang, mereka tidak berani untuk melaporkan tingkah laku temanku pada
orangtuanya, karena menyadari ekonomi kami yang rendah tidak sebanding dengan
ekonomi teman-temanku yang lain, keluarga kami memang sejak dahulu sedikit
menyendiri dari masyarakat, bisa dikatakan kami ‘minder’, dan dulu ayah hanya
seorang tukang becak dan ibu penjual pakaian di pasar maospati, pendapatannya
kurang dari Rp. 300.000 per bulan. Orang tuakupernah bilang padaku, untuk
menunda pendidikanku di TK, di saat teman-teman sebayaku berangkat sekolah
mengenakan seragam, sepatu, dan tas baru mereka, aku hanya bisa memandangi
wajah bahagia mereka. Selang satu tahun kemudian aku disekolahkan di TK
Bayangkari, namun aku langsung masuk di kelas nol besar tanpa harus masuk nol
kecil terlebih dahulu. Hari demi hari terasa menyenangkan sampai suatu ketika
ada benjolan di leher sebelah kiriku. Mula-mulanya karena tidak mengetahui
apapun, orang tuaku menganggap itu sebagai sesuatu yang biasa sedikit demi
sedikit benjolan di leherku makin membesar, kekhawatiran mulai menyelimuti hati
kedua orang tuaku, demam mulai menyerangku, terasa sangat dingin sekali.
Berbanding terbalik dengan apa yang aku rasakan, suhu tubuhku semakin tingii,
obat penurun panas yang diminumkan padaku seakan tiada berarti, ibulah yang
menemaniku dalam penderitaanku, sedangkan ayahku berusaha terus mencarikan
pinjaman uang untuk pengobatanku, ya aku hanya bisa menunggu dan menunggu.
Tubuhku mulai terasa enak, demamku mulai
turun, aku sudah sehat dan diperbolehkan beraktivitas seperti biasanya.
Walaupun begitu aku belum diperbolehkan masuk sekolah. Selang beberapa hari aku
dibawa ke rumah sakit Islam Madiun, dengan penuh ketabahan aku berusaha tegar
menjalani operasi yang akan dilangsungkan. Waktu terasa begitu cepat saat jarum
suntik mulai menusuk tubuhku, mata ini terasa sangat berat, seakan membawa
beban yang menggunung, entah kenapa berapa lama aku tertidur, ketika bangun
banyak sekali orang sekelilingku “Alhamdulillah operasinya berhasil” pikirku
saat itu. Sepuluh hari pasca operasiku, aku boleh masuk sekolah lagi. Ya Allah
ujian apalagi yang akan engkau berikan padaku lagi, aku akan tetap sabar dan
pasrah menerima-nya ya Allah. Ucapku lirih.
Nilai prestasiku menjadi tidak karuan
lagi, karena hampir 2 bulan aku tidak masuk TK karena penyakit tumorku ini, ya
walaupun nilaiku jelek, tetapi aku bisa lulus dari TK. Naik satu tingkat lagi
jenjang pendidikanku, SD tercintaku, SDN Kraton II Maospati, selama 6 tahun aku
menuntut ilmu di sana, penuh suka dan duka, pada tahun pertama sekolah di sana
aku sudah memperoleh seorang sahabat, Didit namanya, dialah yang selalu
memberiku semangat, inspirasi, dan nasihat yang sangat berarti. Program sekolah
SD waktu itu adalah program catur wulan, catur wulan aku tak dapat peringkat
sama sekali, karena aku sering sakit dan izin tidak masuk, mulai dari catur
wulan kedua nilaiku mulai naik, aku bisa memperoleh peringkat 3 besar, prestasi
akademikku semakin meningkat tetapi asa kalanya peringkatku naik turun dari
peringkat satu ke peringkat dua dan begitulah seterusny sampai kelas 4 SD. Saat
itulah perekonomian keluargaku mulai terangkat, usaha ibuku meningkat sehingga
ayahku berhenti menjadi tukang becak dan bekerja membantu ibu berjualan pakaian
di pasar Maospati. Semenjak SD kami tidak pernah mengajukan surat keterangan
tidak mampu ke sekolah. Alhamdulillah kelas lima SD aku mendapat beasiswa dari
Pertamina, ada enam orang yang mendapatkan beasiswa itu, tapi satu-satunya anak
laki-laki yang mendapat beasiswa itu hanya aku. Beranjak satu tahun di kelas
enam SD persaingan antarsiswa mulai ketat untuk mendapat peringkat tiga besar. Bagaimana
tidak, jika mendapat peringkat tiga besar kami mendapat kehormatan untuk
mewakili sekolah kami dalam perlombaan cerdas cermat tingkat kecamatan dan Alhamdulillah
aku salah satu dari tiga besar itu. Jadi aku berhak untuk maju terus mewakili
sekolah, bersama Didit sahabat karibku yang sejak dulu dia yang telah memberi
aku motivasi yang berlebih sehingga aku bisa mencapai prestasiku yang sangat
gemilang. Ya ALLAH inikah ujian hambaMU yang ingin mengarungi telaga kehidupan
luas, sembari menerawang ke awan. Meskipun aku kalah dalam putaran kedua lomba
tersebut, aku sudah merasa cukup puas untuk mewakili sekolah tercintaku. Kelas lima
sudah berakhir, aku melangkahkan kakiku ke atas, satutingkatan yang sirna,
tenggelam oleh konsentrasi belajat, semua ekstrakulikuler, khusus untuk kelas
enam dihapuskan dengan tujuan untuk menambah konsentrasi siswa dalam rangka
menghadapi Ujian Nasional.
Ujian dilaksanakan di SDN Suratmajan 1,
tempat yang asing bagi kami yang berasal dari desa kraton. Terima tidak terima
kami menjalani ujian di sana. Aku kerjakan sebisaku dan dengan sungguh-sungguh
kutuliskan pekerjaanku di lembar jawaban yang diberikan, lima hari telah
berakhir. Ujianpun selesai dengan penuh harapan. Hampir satu bulan kami
menunggu pengumuman hasil kerja keras kami selama enam tahun di SD.
Senyuman menyelimuti kami semua saat
mengetahui bahwa tidak ada satupun diantara kami yang tidak luus, semuanya
berhasil, Alhamdulillah. Selesai mengurusi hal-hal yang belum tuntas di SD,
kami langsung berbondong-bondong mendaftar ke SMP yang akan kami masuki. Aku dan
beberapa temanku mendaftar ke SMPN 1 Maospati yang merupakan SMP favorit di wilayah
kami, dan Alhamdulillah aku diterima di sana.
Masa indahku di SMP mulai tertanam saat
kelas delapan, disaat itu beberapa lomba aku ikuti, seperti lomba teatrikal
tingkat kabupaten Magetan, akan tetapi dibalik kebahagiaanku, terselip masalah
yang cukup membebani keluarga, usaha ibu menurun drastis, ekonomi keluarga
anjlok, kebutuhan yang menggunung membuat ibu terbebani, sangat amat tertekan
dengan permasalahan, sering aku menjumpai ibu menangis dalam ketenangan doa shalat
malamnya, pilu hati ini mendengar tangisan sang bunda, tanpa terasa
berlinanglah air mataku. Ayah yang saat itu sudah bekerja di kelurahan, gaji
ayah masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan persetujuan
dari kelurahan, aku dan kakakku diberi surat keterangan tidak mampu untuk biaya
sekolah. Pengalaman organisasi pertamaku, waktu aku kelas sembilan yaitu aku
ikut AZUMNII merupakan karang taruna
didaerahku.
Setelah ujian SMP, aku berniat mendaftar
ke sekolah tehnik (STM), akan tetapi seluruh keluargaku melarang karena keadaan
fisikku yang lemah dan Akhirnya aku disekolahkan di MAN Temboro Magetan, aku
menghabiskan waktu belajar di situ dengan penuh kebahagiaan, di MAN aku ikut
dalam organisasi PRAMUKA yang menambah kemandirian dan tanggung jawabku, di
samping itu berkat bantuan dari ibu Warsi selaku guru biologi dan BK, aku
mendapat beasiswa senilai Rp 1.200.000,- . jumlah yang tidak sedikit bagi siswa
sepertiku, beberapa lomba yang pernah aku ikuti, dianataranya tatrikal puisi
sekaresidenan Madiun, seleksi olimpiade bahasa inggris, olimpiade matematika.
Alhamdulillah pada olimpiade tersebut aku lolos dan mewakili Kabupaten ke
Surabaya, akan tetapi sungguh disayangkan sertifikat yang harusnya aku terima
tidak samapi pada tanganku, usaha yang kulakukan seakan percuma karena tidak
ada bukti keberhasilanku mewakili Kabupaten dalam olimpiade tingkat Provinsi.
Prestasi akademik di MAN cukup memuaskanku, setidaknya aku selalu masuk
peringkat 5 besar, dan sering aku mendapat 3 besar sebagai runner up (peringkat
2).
Keinginanku setelah llulus dari MAN ialah
ingin melanjutkan kuliah, walaupun kedua orangtuaku meragukan atas keputusanku
ini, melihat kondisi ekonomi keluarga yang kurang dari Rp 500.000,- per
bulannya, tetapi hal ini tidak membuat aku membatasi keinginanku untuk
melanjutkan kuliah, semoga dengan aku mendaftarkan diri untuk mendapat beastudi
etos ini, akudapat berkuliah tanpa harus menambah beban hidup kedua orangtuaku
yang kurang mampu ini. Melihat kondisi ek
onomi keluargaku ini, aku hampir sirna. Semua apa yang menjadi harapan dan cita-citaku, demi membahagiakan kedua orang tua yang sangat aku banggakan, demi perjuangan seorang anak untuk bisa bersekolah lebih tinggi. Ya ROBBI kabulkanlah permohonanku ini.
onomi keluargaku ini, aku hampir sirna. Semua apa yang menjadi harapan dan cita-citaku, demi membahagiakan kedua orang tua yang sangat aku banggakan, demi perjuangan seorang anak untuk bisa bersekolah lebih tinggi. Ya ROBBI kabulkanlah permohonanku ini.
Ya ALLAH semoga aku bisa diterima untuk
bisa berkuliah ke Jenjang pendidikan yang lebih dan aku berharap dengan hati
yang bening, bisa mendapatkan beastudi etos ini. Amiin ya robbal alamin
0 komentar :
Posting Komentar