Karya : Agung Widi Pragina
Bismillahirrahmanirrahim….
Saya dilahirkan di sebuah desa kecil di
kota Ngawi, Jawa Timur. Sejak saya SD, ibu mulai membuka warung kecil-kecilan. Awalnya
ibu berjualan rujak petis dan
berkembang menjadi warung bakso. Bapak sendiri dulunya adalah seorang sopir
angkot, tapi sekarang sudah berhenti dan beralih menjadi pedagang bakso di
rumah. Dari warung bakso inilah ekonomi keluarga kami bersandar sampai
sekarang.
Sejak kecil bapak dan ibu selalu
mengajari anak-anakny hidup mandiri. Karena itu sejak hari pertama masuk TK dan
SD saya terbiasa berangkat sendiri. Setelah lulus SD, alhamdulillah ALLAh
mengizinkan saya untuk bersekolah di kota. Bangga rasanya. Di tempat ini saya
punya banyak sekali teman dengan karakter dan latar belakang yang berbeda-beda.
Di kelas, saya cukup diterima dan dipercaya oleh teman-teman, selama tiga tahun
di SMP, saya dipercaya menjadi pengurus kelas. Hal tersebut membuat saya dekat
dengan Bapak/Ibu guru. Oya, selain aktif di kelas, saya juga senang mengikti
kegiatan ekstra mulai dari musik, conversation,
pramuka hingga paduan suara. Selain itu saya diberkahi dengan teman-teman yang
taat agamanya. Karena itu kami sering bersama-sama melaksanakan puasa sunnah
ataupun sholat sunnah dhuha.
“Masa
SMA adalah masa yang paling indah.” Begitu kata-kata yang pernah saya
dengar. Setelah lulus dari SMP, saya melanjutkan sekolah di SMAN 2 Ngawi. Alhamdulillah
saya berhasil masuk melalui jalur PMDK dan berhak mendapatkan beasiswa. Dengan beasiswa
tersebut saya hanya perlu membayar sepuluh ribu rupiah setiap membahagiakan bapak, ibbuku. Seberat apapun
rintangannya, aku akan berusaha demi untuk melukis senyum di bibir mereka.
Hari baru. Semangat baru. Keadaan bulannya selama
tiga tahun. Di SMA saya mencoba menyeimbangkan antara akademik dan ekstra. Hari-hari
saya selalu dipenuhi dengan berbagai kegiatan, mulai belajar kelompok hingga
kegiatan dari ekstra. Hampir setiap hari saya pulang sore.
Hingga suatu ketika saya mengalami
kecelakaan tunggal dan mengharuskan kaki kiri saya dioperasi. Hati saya rasanya
sesak tak karuan saat melihat ibu menangis tersedu. Ketika operasi itulah saya
merasakan betapa lemahnya manusia. Saya merasa sangat pasrah. Kuingat terus
wajah bapak-ibuku. Mulut ini tak henti-hentinya berdzikir, dan berdoa kepada
ALLAH bahwasanya saya masih ingin membuat orangtua saya bangga, saya masih
ingin mengejar impian saya dan masih banyak lagi. Enam jam berlalu,
alhamdulilllah operasi itu lancar. Di ruang sadar, ketika sendiri, ku ikrarkan
niat bahwa aku akan berusaha
baru.
Setelah terbiasa berjalan dengan kreg,
saya kembali ke sekolah. Banyak sekali teman-teman yang menyambut, terutama
teman sekelasku. Aku senang sekali dan terharu, aku mulai menjalani aktivitas
sebagai siswa kembali. Tapi, hatiku terasa kembali sempit saat mereka sibuk di
dunianya masing-masing. Saya menjadi lebih sering penonton. Keadaan ini
membuatku rapuh.
Entah mengapa saya merasa sulit
beradaptasidan mulai kehilangan arah. Prestasi di kelas juga mulai turun tiga
besar menjadi sepuluh besar. Sempat saya direkomendasikan untuk mengikuti
program pertukaran pelajar (AFS). Karena pertimbangan kondisi dan mental, saya
mengundurkan diri. Dalam hati saya menangis, betapa banyak kenangan yang
seharusnya bisa saya ukir saat itu. Apalagi ketika teringat wajah ibu dan
bapak, hati saya semakin berkecamuk.
Alhasil hingga lulus SMA saya masih belum
bisa menemukan kembali jati diri saya apalagi setelah mengetahui bahwa saya
gagal pada SNMPTN 2011. Saya tahu saya kurang berusaha, maka saya putuskan
telat satu tahun untuk belajar intensif di rumah. Dengan buku-buku SMA ditambah
beberapa buku pinjaman dari teman dekatku waktu SMP dulu, aku mulai belajar. Meski
sudah merasa maksimal, tapi ALLAH belum mengizinkan aku lolos pada SNMPTN saat
itu.
Sekarang, saya sedang menuntut ilmu di
salah satu Universitas swasta di madiun. Tidak bermaksud merendahkan, tapi
banyak orang yang kuliah disini hanya untuk formalitas. Ketika ditanya alasan
mereka kuliah atau tujuan mereka kuliah, jawaban mereka kebanyakan adalah agar
mendapatkan gelar atau untuk cari kerja. Jujur saya kurang nyaman kuliah di sini.
Saya lebih banyak menghabskan waktu di kosan utuk belajar materi SBMPTN. Untuk yang
satu ini, sekarang saya sudah bisa meredam ambisi yang dulu menggebu-gebu. Saya
lebih sering belajar sedikit demi sedikit yang penting paham. Dibarengi dengan
koreksi diri dan mendekat kepadaNYA. Terlepas dari semua itu, saya tetap
optimis dan percaya bahwa Dia tidak tidur dan mendengar semua doaku. Saya yakin
ALLAH berkenan menunjukkan jalan-NYA untuk mengubah nasibku, jikalau aku
berusaha untuk merubahnya.
Niatku hanya untuk membahagiakan orang
tuaku. Memastikan bahwa aku kuliah tidak hanya untuk memperleh gelar, tapi juga
untuk meningkatkan kapasitasdiri agar dapat berguna bagi masyarakat nantinya. Sekali
lagi, saya yakin bahwa ALLAH pasti mendengar doa-doa saya. Dan saya juga yakin,
ALLAH tidak iseng memberi masalah kepada kita. Lha wong guru SMA saja ngasih ujian
aja ada tujuannya, masa ALLAH nggak? That’s why we must keep on struggle!
Terakhir untuk beasiswa Etos, melalu
beasiswa inilah nantinya saya akan curahkan segala usaha dan potensi sya untuk
terus memperbaiki diri. Melalui beasiswa inilah, jika nanti saya lolos SBMPTN,
saya dengan sepenuh hati belajar bersungguh-sungguh untuk mimpi-mimpi dan
cita-cita saya. Terlebih untuk semua orang yang saya sayangi. Terima kasih
telah memberi kesempatan untuk menulis kisah perjalan ini. Semoga ini dapat
menjadi pelecut, pemgingat sekaligus tamparan ketika saya lelah dan lupa apa
tujuan saya di sini, untuk apa saya di sini. Teima kasih ETOS…
0 komentar :
Posting Komentar