Minggu, 02 Juni 2013

Bangkit dari Musibah


Karya  : Agung Widi Pragina

Bismillahirrahmanirrahim….
Saya dilahirkan di sebuah desa kecil di kota Ngawi, Jawa Timur. Sejak saya SD, ibu mulai membuka warung kecil-kecilan. Awalnya ibu berjualan rujak petis dan berkembang menjadi warung bakso. Bapak sendiri dulunya adalah seorang sopir angkot, tapi sekarang sudah berhenti dan beralih menjadi pedagang bakso di rumah. Dari warung bakso inilah ekonomi keluarga kami bersandar sampai sekarang.
Sejak kecil bapak dan ibu selalu mengajari anak-anakny hidup mandiri. Karena itu sejak hari pertama masuk TK dan SD saya terbiasa berangkat sendiri. Setelah lulus SD, alhamdulillah ALLAh mengizinkan saya untuk bersekolah di kota. Bangga rasanya. Di tempat ini saya punya banyak sekali teman dengan karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Di kelas, saya cukup diterima dan dipercaya oleh teman-teman, selama tiga tahun di SMP, saya dipercaya menjadi pengurus kelas. Hal tersebut membuat saya dekat dengan Bapak/Ibu guru. Oya, selain aktif di kelas, saya juga senang mengikti kegiatan ekstra mulai dari musik, conversation, pramuka hingga paduan suara. Selain itu saya diberkahi dengan teman-teman yang taat agamanya. Karena itu kami sering bersama-sama melaksanakan puasa sunnah ataupun sholat sunnah dhuha.
“Masa  SMA adalah masa yang paling indah.” Begitu kata-kata yang pernah saya dengar. Setelah lulus dari SMP, saya melanjutkan sekolah di SMAN 2 Ngawi. Alhamdulillah saya berhasil masuk melalui jalur PMDK dan berhak mendapatkan beasiswa. Dengan beasiswa tersebut saya hanya perlu membayar sepuluh ribu rupiah setiap membahagiakan bapak, ibbuku. Seberat apapun rintangannya, aku akan berusaha demi untuk melukis senyum di bibir mereka.
Hari baru. Semangat baru. Keadaan bulannya selama tiga tahun. Di SMA saya mencoba menyeimbangkan antara akademik dan ekstra. Hari-hari saya selalu dipenuhi dengan berbagai kegiatan, mulai belajar kelompok hingga kegiatan dari ekstra. Hampir setiap hari saya pulang sore.

Hingga suatu ketika saya mengalami kecelakaan tunggal dan mengharuskan kaki kiri saya dioperasi. Hati saya rasanya sesak tak karuan saat melihat ibu menangis tersedu. Ketika operasi itulah saya merasakan betapa lemahnya manusia. Saya merasa sangat pasrah. Kuingat terus wajah bapak-ibuku. Mulut ini tak henti-hentinya berdzikir, dan berdoa kepada ALLAH bahwasanya saya masih ingin membuat orangtua saya bangga, saya masih ingin mengejar impian saya dan masih banyak lagi. Enam jam berlalu, alhamdulilllah operasi itu lancar. Di ruang sadar, ketika sendiri, ku ikrarkan niat bahwa aku akan berusaha

baru.
Setelah terbiasa berjalan dengan kreg, saya kembali ke sekolah. Banyak sekali teman-teman yang menyambut, terutama teman sekelasku. Aku senang sekali dan terharu, aku mulai menjalani aktivitas sebagai siswa kembali. Tapi, hatiku terasa kembali sempit saat mereka sibuk di dunianya masing-masing. Saya menjadi lebih sering penonton. Keadaan ini membuatku rapuh.
Entah mengapa saya merasa sulit beradaptasidan mulai kehilangan arah. Prestasi di kelas juga mulai turun tiga besar menjadi sepuluh besar. Sempat saya direkomendasikan untuk mengikuti program pertukaran pelajar (AFS). Karena pertimbangan kondisi dan mental, saya mengundurkan diri. Dalam hati saya menangis, betapa banyak kenangan yang seharusnya bisa saya ukir saat itu. Apalagi ketika teringat wajah ibu dan bapak, hati saya semakin berkecamuk.
Alhasil hingga lulus SMA saya masih belum bisa menemukan kembali jati diri saya apalagi setelah mengetahui bahwa saya gagal pada SNMPTN 2011. Saya tahu saya kurang berusaha, maka saya putuskan telat satu tahun untuk belajar intensif di rumah. Dengan buku-buku SMA ditambah beberapa buku pinjaman dari teman dekatku waktu SMP dulu, aku mulai belajar. Meski sudah merasa maksimal, tapi ALLAH belum mengizinkan aku lolos pada SNMPTN saat itu.
Sekarang, saya sedang menuntut ilmu di salah satu Universitas swasta di madiun. Tidak bermaksud merendahkan, tapi banyak orang yang kuliah disini hanya untuk formalitas. Ketika ditanya alasan mereka kuliah atau tujuan mereka kuliah, jawaban mereka kebanyakan adalah agar mendapatkan gelar atau untuk cari kerja. Jujur saya kurang nyaman kuliah di sini. Saya lebih banyak menghabskan waktu di kosan utuk belajar materi SBMPTN. Untuk yang satu ini, sekarang saya sudah bisa meredam ambisi yang dulu menggebu-gebu. Saya lebih sering belajar sedikit demi sedikit yang penting paham. Dibarengi dengan koreksi diri dan mendekat kepadaNYA. Terlepas dari semua itu, saya tetap optimis dan percaya bahwa Dia tidak tidur dan mendengar semua doaku. Saya yakin ALLAH berkenan menunjukkan jalan-NYA untuk mengubah nasibku, jikalau aku berusaha untuk merubahnya.
Niatku hanya untuk membahagiakan orang tuaku. Memastikan bahwa aku kuliah tidak hanya untuk memperleh gelar, tapi juga untuk meningkatkan kapasitasdiri agar dapat berguna bagi masyarakat nantinya. Sekali lagi, saya yakin bahwa ALLAH pasti mendengar doa-doa saya. Dan saya juga yakin, ALLAH tidak iseng memberi masalah kepada kita. Lha wong guru SMA saja ngasih ujian aja ada tujuannya, masa ALLAH nggak? That’s why we must keep on struggle!
Terakhir untuk beasiswa Etos, melalu beasiswa inilah nantinya saya akan curahkan segala usaha dan potensi sya untuk terus memperbaiki diri. Melalui beasiswa inilah, jika nanti saya lolos SBMPTN, saya dengan sepenuh hati belajar bersungguh-sungguh untuk mimpi-mimpi dan cita-cita saya. Terlebih untuk semua orang yang saya sayangi. Terima kasih telah memberi kesempatan untuk menulis kisah perjalan ini. Semoga ini dapat menjadi pelecut, pemgingat sekaligus tamparan ketika saya lelah dan lupa apa tujuan saya di sini, untuk apa saya di sini. Teima kasih ETOS…

0 komentar :

Posting Komentar