Minggu, 23 Juni 2013

TIANG JADI SAKSI & HUJAN PEREDA HATI


          Berawal dari rasa menggampangkan suatu hal akhirnya sebuah keluarga ini hampir runtuh. Semua terlalu kebawa emosi hingga lupa bahwa yang mereka serang (baca:hujat) adalah saudara sendiri. Lapangan rektorat, tiang dan bendera merah putih menjadi saksi meluapnya amarah para remaja yang menanjak dewasa ini beradu argumen. Awalnya sekelompok remaja ini berniat untuk mengadakan latihan TENS (Temu Etos NaSional) yang telah disepakati dimulai pukul 05.30. Sang Kapel memimpin langkahku dengan berangkat terlebih sementara aku masih sibuk dengan blog ku ini. Ku susul dia dengan tergesa-gesa sebab kupikir aku menjadi orang yang terakhir datang. Apa daya, ternyataku dugaan salah. Belum ada satupun anggota lain melainkan hanya kapel saja yang tampak sedang pemanasan untuk lari pagi. Sungguh rasa kecewa ada dengan mereka yang mungkin masih tidur, yang masih sibuk dengan facebooknya dan entah mereka yang sedang ngapain saja.

Aku pun langsung mengikuti langkahnya untuk jogging pagi. Setelah dua putaran lapangan aku pilih untuk sejenak istirahat. Pikirku mereka akan hadir dalam 5-10 menit lagi. Tapi apa, 30 menit setelah itu mereka tak kunjung datang. Ku tinggal sejenak dia untuk ke toilet. Dan dia pun mengikutiku ke toilet. Seusaiku keluar dari toilet telah tiba 2 lelaki yang telah aku dan dia tunggu. Kami berbincang-bincang sejenak dan akan memutuskan untuk jalan-jalan jika yang lain tidak hadir. Ketika kami akan beranjak dari tempat kami berbincang, rombongan perempuan berjilbab pun sudah datang. Kami urungkan niat kami untuk jalan-jalan dan memulai latihan hari ini. Agenda ini dibuka dengan lafal basmallah yang keluar dari bibir Lusi. Dia melaporkan hasil penjualan kita beberapa hari yang lalu. Tak lama setelah itu konflik pun dimulai. 

Sang kapel meminta untuk semua bersiap sedia untuk memulai latihan. Dia menyuruh Doni selaku Co. Pensi untuk mengondisikan kami. Namun yang terjadi Doni malah marah dan mulai pecahlah suasana pagi ini. Dia mencoba meluluhkan hati Doni untuk segera memulai latihan. Namun Doni tetap keukeuh tidak mau latihan jika kami tidak serius dan tidak menjalankan amanah yang disuruh oleh Doni. Dia mulai berbalik kesal, marah dan langsung meninggalkan area kami berada. Aku yang sedang asyik bermain tanah hanya bisa terdiam dan menunggu sejauh mana konflik ini berlangsung. Ku kira dia hanya bergurau. Setelah dia berada di jarak 750 meter dari kami, aku menelponnya dan memintanya untuk menyelesaikan masalah ini. Aku jemput dia dan membawanya kembali ke tempat kami berkumpul. Aku langsung menyuruh semua untuk mendegarkanku. Aku suruh mematikan laptop bagi mereka yang menyalakannya. Ku mulai sesi ini dengan mengevaluasi semua hal-hal yang menjadi kelemahan yang ada pada diri kami. Ku lanjutkan dengan meminta Doni untuk mengutarakan apa yang membuatnya kesal dan kecewa.  Semua memulai angkat bicara dan mulai redalah pertikaian yang ada pada diri kami. Hujan pun turut membantu mendinginkan hati kami dari emosi yang membara-bara. Kami meneruskan agenda ini dengan lancar. 


RISING STAR....
SUN BRIGHT LIKE A DIAMOND

0 komentar :

Posting Komentar