[(tetap) Bukan Tulisan Ilmiah]
Hari ini ku awali dengan sholat subuh
berjamaah yang menjadi kewajiban tatkala di sana dan akan mendapatkan sebuah
iqob bila tak dilaksanakan. Terasa bingung saat ruangan dipakai untuk sholat
semalam terkunci. Rasa suudzon itu muncul karena anggapan tidak adanya
toleransi dari panitia yang sebagian besar adalah non muslim. Tak ambil pusing
akhirnya kami mengambil sarung dan selimut untuk dijadikan sajadah daripada
harus mencari panitia yang akan mengulur waktu saja.
Air yang dingin membuatku enggan untuk
membasahi tubuh mungil ini. Hidangan pagi belum juga siap, membuatku semakin
bingun untuk berbuat apa. Ku ambil pena dan notebook yang tersedia untuk
merangkai cerita perjalananku di kota Bandung ini. Ku lakukan terus hingga ada
panggilan untuk sarapan dari panitia.
Di ruang makan aku melihat sesuatu
yang ganjil. Ku melihat tumpukan gelas plastik yang digunakan untuk wadah kopi
pagi. Sungguh ironi sekali dengan tagline acaranya “Save the environment,
it will save you later” yang dibawakan hanyalah sebuah kata-kata yang belum
disadari walau banyak yang sudah mengetahui. Rasa sebal muncul saat melihat
gelas plastik kutemukan terbuang di parit sebelah ruang makan. Ke mana jiwa
pejuang lingkungan wahai aktivis bumi hijau?
Seusaai makan, acara kembali
dilanjutkan dengan keberangkatan menuju Kota Baru Parahyangan. Perjalanan ke
sana hampir menghabiskan waktu satu jam. Sesampai di sana, aku dan yang lain
disambut oleh birokrat di sana laksana tamu istimewa dan diperkenalkan dengan
profil, visi dan misi KBP. Setelah itu, aku dan yang lain dijelaskan dengan
kegiatan yang akan berlangsung hari ini.
Haari terrasa melelahkan karena aku
dan yang lain menjalani kegiatan yang terjun langsung ke alam. Aku dan yang
lain memetik bibit tanaman, lalu menanamnya. Hal itu terasa asyik berkat
keberasamaan dari semua peserta yang baru saling mengenal.
Setelah berkutat dengan tanah, aku dan
yang lain menikmati hidangan proses pembuatan kompos organik dan dilanjutkan
dengan praktik langsung pembuatan kompos rumah tangga dengan skala kecil. Walau
bau kompos yang menyengat namun semua tetap semangat untuk mendapatkan ilmu
yang lebih luas lagi.
Puas dengan itu, aku dan yang lain
menuju Green Mosque. Masjid yang indah nan rupawan berkat desainnya, baik
desain interior maupun eksteriornya. Dinding masjid yang berlubang merangkai
kalimat tauhid membuatku semakin merasa memiliki dan bersyukur kepada Yang Maha
Bersyukur.
Setelah berkunjung dan menjalankan
ibadah sholat di masjid, aku dan yang lain beranjak kembali ke Bale Pare tempat
kami disambut tadi. Aku dan yang lain menikmati makan siang dan dilanjutkan
dengan ke Green House untuk melakukan pelatihan biopori dan melihat
rumah contoh “Green Lifing”.
Hari ini ditutup dengan Art
Performance dan Cultural Night di wisma penginapan yang sebelumnya
kami tersihir dengan penampilan aksi dahsyat dari Saung Angklung Udjo.
0 komentar :
Posting Komentar