Senin, 13 Oktober 2014

bukan berita tapi cerita bahkan derita



Tepat pukul Sembilan pagi seperti yang terlihat di layar ponselku, pagelaran “pesta” pemblokiran jalan oleh warga betek dimulai. Warga berbondong-bondong berkumpul di sebuah posko yang dinamakan dengan posko dua arah. Dengan panduan para RT dan RW yang ada di panggung posko warga melanjutkan long march menuju depan makam islam penanggungan.
Merasa terkhianati oleh si wali kota, warga melakukan aksi teaterikal dengan menggambarkan seorang warga yang meninggal akibat kecelakaan pasca diberlakukannya satu arah. Memang setelah diusut dan berdasarkan fakta yang ada telah memakan korban jiwa sebanyak 8 orang serta korban luka sebanyak 15 orang yang divonis cacat seumur hidup (menurut salah seorang warga).
Aksi ini dipelopori oleh tragedi terakhir yang memakan korban yang minggu lalu tertabrak oleh pengendara sepeda motor yang hingga kini masih dirawat inap di salah satu rumah sakit di malang. Warga dahulunya menerima satu arah yang hanya setengah hari atau 12 jam, namun kini warga mulai kesal atas kebijakan yang terkesan menindas hak rakyat atas pemberlakuan satu arah selama 24 jam penuh.
Dengan diberlakukan aturan semacam itu kini jalan panjaitan laksana sirkuit drag race ataupun road race yang membuat warga lama untuk menyeberang jalan dan bahkan anak-anak memboloskan diri untuk pergi sekolah dengan alas an takut ditabrak pengendara motor yang ugal-ugalan. Sungguh miris apa yang terjadi di kota Malang ini. Ketika hegemoni akan kejayaan akan singosari bahkan bangkitnya Arema harus dibayar dengan kebijakan seorang pemimpin yang justru menindas sosial ekonomi rakyatnya.
Warga betek melakukan aksi tidak sendirian mereka dibantu oleh organisasi mahasiswa yang berbasis islam dengan bendera  bercorak kuning dan biru. Sekumpulan mahasiswa tersebut dari komisariat mereka yang kebetulan terletak di betek juga. Mereka melakukan long march hingga di depan gang 19 dan menyanyikan lagu Totalitas Perjuangan serta Buruh Tani. Aksi mereka diawasi dan dikawal oleh setidaknya 200 anggota polisi (kata komandannya begitu). Tak selang beberapa lama dating sekelompok mahasiswa lain yang mengatas namakan mereka himpunan mahasiswa islam.
Sekitar pukul 10.30 para demonstran mendekati jembata soekarno-hatta (red : suhat). Para demonstran bergantian berorasi mengutarakan uneg-uneg kekesalan terhadap kebijakan yang dibuat oleh si abah (red: walikota). Mulai dari warga biasa, tokoh kampung, mahasiswa hingga seorang ustadz ikut berorasi dan memimpin tahlil guna berharap kembalinya dua arah yang bisa dibilang lebih aman dan sejahtera ketimbang satu arah yang membuat warga sengsara.
Tepat jam 1 mahasiswa dan warga mulai menutup akses dari jalan sukarno hatta menuju jalan panjaitan. Hal itu membuat dishub dan polantas kalang kabut sehingga menerapkan sistem buka tutup pada pintu masuk universitas brawijaya. Tak selang berapa lama datanglah Hadi Santoso yang merupakan asisten II dari walikota. Beliau mengatakan kalau bapak walikota tidak bisa datang ke areal aksi unjuk rasa. Dan beliau hendak mengundang perwakilan warga untuk berdiskusi di balai kota saja.  Salah seorang warga balik menyerang bahwa akan menonaktifkan kegiatan pemerintahan mulai dari tingkat RT, RW bahkan sampai Kelurahan dengan jalan yang sudah ditempuh yakni pengumpulan stempel dari setiap RT dan RW.
Ya beginilah yang dapat saya kabar dan ceritakan. Bila ingin info lebih detail dan up to date silahkan langsung datang ke lokasi dan bertemu narasumber yang telah disediakan.  
 Untuk foto bisa di lihat di sini

0 komentar :

Posting Komentar