SEMANGAT ITU MASIH ADA SAMPAI UJUNG SENJA

Tetaplah berjuang sampai ujung senja. Jadikanlah batas kesabaran itu hingga Allah ridho pada diri. Semangatlah apa pun yang terjadi karena hakikatnya meskipun diri tak mau semangat, sesuatu apa pun itu akan tetap terjadi jua.

Sebaik-baiknya teman adalah yang menunjukkan kepada kebaikan.

Teman merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan ini. Tanpa kehadiran teman kita bukanlah apa-apa, dan bukan siapa-siapa. Dalam cakupan yang luas, teman juga bisa diartikan sebagai orang yang menemani kebersamaan dan membantu kita, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Mendapatkan Ketenangan Hati Dalam Menghadapi Masalah Hidup

Setiap manusia tidak ada yang tidak mempunyai masalah hidup, terlepas dari segala aspek status maupun derajatnya. Terkadang masalah tersebut bisa membuat kita menjadi stres atau bahkan akhirnya menjadi sakit, namun jika kita pandai untuk mengelolanya dengan baik masalah tersebut justru bisa menjadi sesuatu pelajaran yang sangat berguna untuk kita.

Rasa gembira merupakan kesan positif kejiwaan yang muncul di berbagai keadaan.

Menghapus rasa duka dan menciptakan keceriaan merupkan hal yang cukup baik untuk diri sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Karena rasa duka dan ceria tidak hanya terbatas pada pribadi manusia. Keceriaan dan kesedihan seorang manusia boleh berpengaruh juga terhadap orang lain. Oleh kerana itu, kesedihan ataupun keceriaan seseroang berpengaruh juga bagi orang lain di sekitarnya.

Atasi rasa lelah

Jangan kalah sama rasa lelah. Ketika kita terjangkiti rasa lelah, hanya ada dua pilihan, berhenti atau meneruskan. Tapi ketahuilah, bahwa berhenti karena lelah itu adalah simbol dari kekalahan, menyerah dan putus asa, yang merupakan bagian dari kekufuran.

Selasa, 31 Desember 2013

Lo Siaw Ging: Dokter Tanpa Tarif

Nama lengkapnya Lo Siaw Ging, namun ia lebih dikenal dengan panggilan dokter Lo. Di Solo, Jawa Tengah, dokter keturunan Tionghoa berusia 78 tahun ini populer bukan hanya karena diagnosa dan obat yang diberikannya selalu tepat, tapi juga karena ia tidak pernah meminta bayaran dari pasiennya.
Setiap hari, kecuali Minggu, puluhan pasien antre di ruang tunggu prakteknya. Mereka berasal dari berbagai kalangan, mulai tukang becak, pedagang kaki lima, buruh pabrik, karyawan swasta, pegawai negeri, hingga pengusaha. Pasiennya tidak hanya datang dari Solo, tetapi juga kota-kota di sekitarnya, seperti Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Boyolali, Klaten, dan Wonogiri.
Dokter Lo (Foto: Solografi.com)Dokter Lo menjadi istimewa karena tidak pernah memasang tarif. Ia juga tak pernah membedakan pasien kaya dan miskin. Ia justru marah jika ada pasien yang menanyakan ongkos periksa padahal ia tidak punya uang. Bahkan, selain membebaskan biaya periksa, tak jarang Lo juga membantu pasien yang tidak mampu menebus resep. Ia akan menuliskan resep dan meminta pasien mengambil obat ke apotek tanpa harus membayar. Pada setiap akhir bulan, pihak apotek yang akan menagih harga obat kepada sang dokter.
Perlakuan ini bukan hanya untuk pasien yang periksa di tempat prakteknya, tapi juga untuk pasien-pasien rawat inap di rumah sakit tempatnya bekerja, RS Kasih Ibu. Alhasil, Lo harus membayar tagihan resep antara Rp 8 juta hingga Rp 10 juta setiap bulan. Jika biaya perawatan pasien cukup besar, misalnya, harus menjalani operasi, Lo tidak menyerah. Ia akan turun sendiri untuk mencari donatur. Bukan sembarang donatur, sebab hanya donatur yang bersedia tidak disebutkan namanya yang akan didatangi Lo.
“Beruntung masih banyak yang percaya dengan saya, ” kata dia.
Di mata pasien tidak mampu, Lo memang bagaikan malaikat penolong. Ia  menjungkirbalikan logika tentang biaya kesehatan yang selama ini sering tak terjangkau oleh pasien miskin. Apa yang dilakukan Lo juga seperti membantah idiom “orang miskin dilarang sakit”.
“Saya tahu pasien mana yang mampu membayar dan tidak.  Untuk apa mereka membayar ongkos dokter dan obat kalau setelah itu tidak bisa membeli beras? Kasihan kalau anak-anaknya tidak bisa makan, ” kata dia.
Gaya bicaranya tegas cenderung galak. Tidak jarang ia memarahi pasien yang menganggap enteng penyakit. Ia bercerita pernah benar-benar sangat marah kepada seorang ibu karena baru membawa anaknya ke ruang prakteknya setelah mengalami panas tinggi selama empat hari.
“Sampai sekarang masih banyak orang yang bersikap seperti itu. Memangnya penyakit itu bisa sembuh dengan sendirinya. Kalau sakit ya harus segera dibawa ke dokter. Jangan melakukan diagnosa sendiri, ” ujar anak ke 3 dari 5 bersaudara itu.
Toh meski galak, Lo tetap dicintai. Ia menjadi rujukan berobat terutama bagi mereka yang tidak  mampu. Namun dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini merasa apa yang ia lakukan bukan sesuatu yang luar biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.
“Tugas dokter itu menolong pasiennya agar sehat kembali. Apa pun caranya. Saya hanya membantu mereka yang membutuhkan pertolongan dokter. Tidak ada yang istimewa, ” ujar dokter yang buka praktek di rumahnya, Kampung Jagalan, Jebres, Solo.
Dokter Sederhana
Lahir di Magelang, 16 Agustus 1934, Lo tumbuh dalam sebuah keluarga pengusaha tembakau yang moderat. Orang tuanya, Lo Ban Tjiang dan Liem Hwat Nio, memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih apa yang dinginkan. Salah satunya adalah ketika Lo ingin melanjutkan SMA ke Semarang, karena dia menganggap tidak ada SMA yang kualitasnya bagus di Magelang ketika itu.
Setamat SMA, Lo menyatakan keinginannya untuk kuliah di kedokteran. Ketika itu, ayahnya hanya berpesan jika ingin menjadi dokter jangan berdagang. Sebaliknya jika ingin berdagang, jangan menjadi dokter. Rupanya, nasehat itu sangat membekas di hati Lo. Maksud nasehat itu, menurut Lo, seorang dokter tidak boleh mengejar materi semata karena tugas dokter adalah membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Kalau hanya ingin mengejar keuntungan, lebih baik menjadi pedagang. .
”Jadi siapa pun pasien yang datang ke sini, miskin atau kaya, saya harus melayani dengan baik. Membantu membantu orang itu tidak boleh membeda-bedakan. Semuanya harus dilakukan dengan ikhlas. Profesi dokter itu menolong orang sakit, bukan menjual obat, ” ujar suami dari Gan May Kwee ini.
Menjadi dokter sejak 1963, Lo mengawali karir dokternya di poliklinik Tsi Sheng Yuan milik Dr Oen Boen Ing (1903-1982), seorang dokter legendaris di Solo. Pada masa orde baru, poliklinik ini berkembang menjadi RS Panti Kosala, dan kini berganti nama menjadi RS Dr Oen.
Selain dari ayahnya, Lo mengaku banyak belajar dari Dr Oen. Selama 15 tahun bekerja pada seniornya itu, Lo mengerti benar bagaimana seharusnya menjadi seorang dokter.
”Dia tidak hanya pintar mengobati, tetapi juga sederhana dan jiwa sosialnya luar biasa, ” kata mantan Direktur Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo.
Apa yang dikatakan Lo tentang membantu siapa pun yang membutuhkan itu bukanlah omong kosong. Ketika terjadi kerusuhan Mei 1998 lalu misalnya, Lo tetap buka praktek. Padahal para tetangganya meminta agar dia tutup karena situasi berbahaya, terutama bagi warga keturunan Tionghoa. Namun, Lo tetap menerima pasien yang datang. Para tetangga yang khawatir akhirnya beramai-ramai menjaga rumah Lo.
“Banyak yang butuh pertolongan, termasuk korban kerusuhan, masak saya tolak. Kalau semua dokter tutup siapa yang akan menolong mereka?” kata Lo yang juga lulusan Managemen Administrasi Rumah Sakit (MARS) dari Universitas Indonesia.
Hingga kerusuhan berakhir dan situasi kembali aman, rumah Lo tidak pernah tersentuh oleh para perusuh. Padahal rumah-rumah di sekitarnya banyak yang dijarah dan dibakar.
Kini, meski usianya sudah hampir 80 tahun, Lo tidak mengurangi waktunya untuk tetap melayani pasien. Setiap hari, mulai pukul 06. . 00 sampai 08. 00, dia praktek di rumahnya. Selanjutnya, pukul 09. 00 hingga pukul 14. 00, Lo menemui para pasiennya di RS Kasih Ibu. Setelah istirahat dua jam, ia kembali buka praktek di rumahnya sampai pukul 20. 00.
“Selama saya masih kuat, saya belum akan pensiun. Menjadi dokter itu baru pensiun kalau sudah tidak bisa apa-apa. Kepuasan bagi saya bisa membantu sesama, dan itu tidak bisa dibayar dengan uang, ” ujar dokter yang sejak beberapa tahun lalu berjalan dengan bantuan tongkat ini.
Menurut Lo, istrinya memiliki peran besar terhadap apa yang ia lakukan. Tanpa perempuan itu, kata Lo, ia tidak akan bisa melakukan semuanya.
“Dia perempuan luar biasa. Saya beruntung menjadi suaminya, ” ujar Lo tentang perempuan yang ia nikahi tahun 1968 itu.
Puluhan tahun menjadi dokter, dan bahkan pernah menjadi direktur sebuah rumah sakit besar, kehidupan Lo tetap sederhana. Bersama istrinya, ia tinggal di rumah tua yang relatif tidak berubah sejak awal dibangun, kecuali hanya diperbarui catnya. Bukan rumah yang megah dan bertingkat seperti umumnya rumah dokter.
“Rumah ini sudah cukup besar untuk kami berdua. Kalau ada penghasilan lebih, biarlah itu untuk mereka yang membutuhkan. Kebutuhan kami hanya makan. Bisa sehat sampai usia seperti sekarang ini saja, saya sudah sangat bersyukur. Semakin panjang usia, semakin banyak kesempatan kita untuk membantu orang lain, ” kata Lo yang selama 43 tahun perikahannya dengan Gan May Kwee tidak dikaruniai anak.
Di tengah biaya obat-obatan yang mahal, pelayanan rumah sakit yang sering menjengkelkan,  dan dokter yang lebih sering mengutamakan materi, keberadaan Lo memang seperti embun yang menyejukkan. Rasanya, sekarang ini tidak banyak dokter seperti Dr Lo.

Sabtu, 28 Desember 2013

Anies Baswedan

Anies Rasyid Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 44 tahun) Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki kepedulian terhadap masyarakat akar rumput khususnya dalam bidang pendidikan. Ia menelurkan Gerakan Indonesia Mengajar yang mengirimkan anak-anak muda terbaik negeri untuk mengajar di Sekolah Dasar selama satu tahun. Selain memiliki pemahaman terhadap masyarakat akar rumput, ia merupakan seorang intelektual yang memiliki kompetensi internasional, hal ini terbukti dari beberapa penghargaan internasional yang ia dapatkan.

Masa Kecil

Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta. Ia dan orang tuanya tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman Baswedan, kakeknya, di Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang berlokasi di Jalan Dagen, belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Rumah kontrakan ini merupakan wakaf dan pernah ditempati oleh para perintis kemerdekaan seperti Kasman Singodimedjo, M.Natsir, dan M.Roem. Kawasan ini sendiri adalah perumahan khusus bagi para perintis dan pejuang kemerdekaan. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan mulai tumbuh sejak kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun, ia membentuk sebuah kelompok anak-anak muda (7-15 tahun) di kampungnya yang diberi nama Klub Anak Berkembang (Kelabang). Anies adalah inisiator dan ketua kelompok anak-anak ini. Kegiatan yang diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat akar rumput, seperti membuat kegiatan olahraga seperti pembuatan sekolah sepakbola dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi membaca buku biografi, terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain membuatnya belajar banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya kerap melayat pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX di Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum, pimpinan Pondok Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki dari Krapyak sampai ke tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta. Hobi membaca biografi dan mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan masyarakat mempengaruhi sikap kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat dengan masyarakat.

Keluarga

Anies Baswedan merupakan cucu dari pejuang nasional, Abdul Rahman Baswedan (AR. Baswedan). AR Baswedan merupakan tokoh penting dalam masa pra dan pasca kemerdekaan. Pada 4 Oktober 1934 di Semarang, Jawa Tengah, ia bersama beberapa aktivis mengadakan Hari Kesadaran Indonesia-Arab. Kejadian ini juga dikenal dengan Sumpah Pemuda Keturunan Arab. Pada momen ini orientasi masyarakat keturunan Arab yang tadinya berorientasi ke Turki, Irak, Mesir ataupun Hadramaut kini menjadi berorientasi ke Indonesia semata. Ini merupakan tonggak penting dalam proses ke-Indonesiaan pra kemerdekaan. Bersama Nuh Alkaf, Segaf Assegaf dan Abdurrahman Argubi ia juga berhasil mendirikan Persatuan Arab Indonesia yang empat tahun kemudian menjadi Partai Arab Indonesia (PAI). Pasca kemerdekaan AR Baswedan didaulat menjadi Menteri Muda Penerangan pada 1946. Selain menjadi menteri, ia juga salah satu delegasi Indonesia pimpinan Agus Salim ke Mesir. Perjalanan diplomatik ini ditujukan untuk mendapat pengakuan Negara Indonesia dari Mesir. Kecakapannya bernegosiasi membuat Mesir mengakui Negara Indonesia. Pengakuan Mesir ini merupakan salah satu pengakuan internasional pertama atas terbentuknya Negara Indonesia. Anies Baswedan merupakan anak pertama dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah. Rasyid Baswedan merupakan Dosen Fakultas Ekonomi serta pernah menjadi Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Sang ibu, Aliyah, juga seorang pengajar dan guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).  Dibesarkan dalam lingkungan akademis membuat Anies Baswedan merasakan pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula yang membuatnya banyak menelurkan program pendidikan di kemudian hari. Pada 11 Mei 1996 Anies Baswedan menikah dengan Fery Farhati Ganis. Fery mendapat gelar Master Parenting Education dari Nothern Illinois University, USA. Pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak yakni Mutiara Annisa, Mikail Azizi, Kaisar Hakam dan Ismail Hakim.

Pendidikan

Pendidikan Dasar

Anies Baswedan mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu Anies kecil bersekolah di TK Masjid Syuhada, Yogyakarta. TK ini merupakan salah satu TK bersejarah di Yogyakarta. Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke Sekolah Dasar (SD) Laboratori, Yogyakarta. Ini merupakan salah satu SD terbaik di Yogyakarta. Laiknya anak kecil seusianya, Anies terkadang berulah. Kedua orang tua Anies mendidik Anies kecil untuk bertanggungjawab atas segala ulahnya, hal ini secara tidak langsung menumbuhkan sikap tanggungjawab pada dirinya. Saat SD ini pula lah Anies pertama kalinya melatih diri untuk berbicara di depan umum. Saat memasuki kelas 5 dan 6, Anies ditunjuk oleh gurunya untuk berpidato saat acara Idul Adha yang diselenggarakan di sekolah. Itu adalah pertama kalinya ia berpidato di depan orang banyak.

SMP

Anies kemudian melanjutkan studinya ke SMP Negeri 5, ini merupakan salah satu SMP unggulan di Yogyakarta. Jiwa sosialnya semakin tertanam di masa ini. Ia didaulat menjadi Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di sekolah. Tugasnya misalnya mengabarkan dan mengumpulkan dana jika ada anggota keluarga dari siswa, guru atau karyawan di sekolah itu yang sakit atau meninggal. Secara struktural, jabatan itu seolah tidak penting dalam organisasi siswa sekolah. Tetapi pada pelaksanaannya, justru seksi inilah yang paling aktif. Di sini Anies berlatih berbicara di depan umum, karena setiap ada musibah ia lah yang bicara dari kelas ke kelas untuk menghimpun bantuan. Setelah itu, ia juga yang akan memimpin teman-temannya mendatangi keluarga yang sedang terkena musibah untuk menyampaikan rasa duka cita dan sumbangan yang telah dihimpun. Anies kemudian menjadi Ketua Panitia Tutup Tahun SMP Negeri 5. Acara ini diselenggarakan di Gedung Purna Budaya secara besar-besaran. Keberhasilan acara ini membuktikan ia dapat memimpin rekan-rekannya dalam usia yang cenderung sangat muda.

SMA

Selesai mengenyam pendidikan di bangku SMP, Anies melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Yogyakarta. Pada masa ini Anies mulai merasakan pentingnya kompetensi di level internasional. Belum genap satu tahun mengenyam bangku SMA, ia sudah didaulat menjadi Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah(OSIS). Posisi ini membawanya mewakili sekolah untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ada 300 delegasi OSIS seluruh Indonesia pada acara tersebut. Pertemuan tersebut menelurkan seorang pemimpin yakni Anies Baswedan. Secara tidak langsung pada saat itu ia adalah Ketua OSIS Se-Indonesia, padahal ia baru menginjak kelas 1 SMA. Posisi ini semakin mengasah jiwa kepemimpinan karena harus memimpin para Ketua OSIS. Menginjak kelas 2 SMA pada 1987 Anies terpilih menjadi peserta AFS, program pertukaran pelajar siswa Indonesia-Amerika. Selama satu tahun ia tinggal di rumah sebuah keluarga di Milwakuee, Wisconsin, Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu momen penting dalam perjalanan Anies muda. Tinggal selama satu tahun di negeri Paman Sam membuat cakrawalanya terbuka luas dan cara berpikir Anies menjadi lebih global. Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan meningkatkan diri di bidang jurnalistik. TVRI Yogya pimpinan Ishadi SK membuat acara bernama Tanah Merdeka. Acara ini merekrut anak-anak muda di Yogya untuk mewawancarai tokoh-tokoh nasional, Anies terpilih sebagai salah satu pewawancara. Kesempatan ini membawanya mewawancarai beberapa tokoh nasional pada masa Orde Baru (Orba).

Perguruan Tinggi

Anies Baswedan menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Saat kuliah Anies aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Setelah lama dibekukan karena kebijakan Orba, organisasi kemahasiswaan akhirnya dibolehkan kembali ada di kampus. Saat itu Anies menjadi Ketua Senat Mahasiswa UGM yang pertama setelah dibekukan dalam jangka waktu yang lama. Senat Mahasiswa adalah embrio munculnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di beberapa universitas saat ini. Sewaktu menjadi mahasiswa Anies Baswedan juga mendapat beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia, Tokyo, Jepang. Beasiswa ini ia dapatkan karena memenangkan sebuah lomba menulis mengenai lingkungan. Ia menjadi pemenang karena kegemarannya mengeliping artikel. Saat itu kumpulan artikel hasil klipingnya ia jadikan bahan referensi penting dalam penulisan artikel untuk lomba tersebut. Anies lulus kuliah pada tahun 1995, setahun kemudian ia mendapat beasiswa melanjutkan studi master bidang International Security and Economic Policy, di University of Maryland, College Park. Sewaktu kuliah ia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Students Award. Setelah lulus dari program master ia mendapatkan beasiswa program doktoral dari Northern Illinois University. Disertasi Anies Baswedan tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia”. Pemikirannya mengenai otonomi daerah dan desentralisasi tidak hanya tertuang dalam disertasinya. Ia juga aktif menulis artikel dan menjadi pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara artikel “Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy" diterbitkan oleh BIES, Australian National University. Pemikirannya yang tertuang dalam disertasi dan artikel merupakan sumbangsih penting bagi proses transisi pemerintahan Indonesia dari sentralistik menuju desentralisasi melalui otonomi daerah.

Karier

Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.

Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM

Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika Serikat.

Manajer Riset IPC, Inc, Chicago

Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak memiliki uang untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia. Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia.

Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan

Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada reformasi birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam jurnal dan media.

Direktur Riset Indonesian Institute Center

Ia kemudian menjadi direktur riset The Indonesian Institute. Ini merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang didirikan pada Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis. Kariernya di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang pendidikannya di bidang kebijakan publik.

Rektor Universitas Paramadina

Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor [Universitas Paramadina], menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid atau biasa disapa dengan Cak Nur, yang juga merupakan pendiri universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya baru menginjak 38 tahun.  Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit only the best” alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies kemudian menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia. Strategi yang kemudian dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina Fellowship atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah, buku, dan biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan idealisme dengan bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa dunia pendidikan dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk mewujudkan itu Anies mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus seperti yang biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa. Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno (seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel Paramadina Mien R. Uno fellow. Strategi Paramadina Fellowship ini menunjukkan dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar 2000 mahasiswa Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu ini sumbangsih penting bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah mahalnya biayanya pendidikan tinggi. Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini adalah praktek korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi.

Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar

Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes). Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor. Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.

Pemikiran

Melunasi Janji Kemerdekaan

Dalam perspektif Anies Baswedan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 negara ini tak hanya sedang bercita-cita, melainkan sedang berjanji. Menurutnya Republik ini dibangun dengan ikatan janji, ia menyebutnya Janji Kemerdekaan. Janji kemerdekaan itu diantaranya janji perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan peran global pada setiap anak bangsa. Menurutnya masih banyak masyarakat yang belum dilunasi janji kemerdekaannya. Baginya pelunasan janji itu tidak hanya tanggung jawab konstitusional negara dan pemerintah, melainkan tanggung jawab moral setiap anak bangsa yang telah mendapat pelunasan janji yakni telah terlindungi, tersejahterakan, dan tercerdaskan. Untuk melunasi janji kemerdekaan tersebut, maka Anies Baswedan memiliki beberapa pemikiran dan inisiatif yang ia wujudkan dengan beberapa pihak yang bersama-sama bersedia turun tangan.

Tenun Kebangsaan

Salah satu janji kemerdekaan yang banyak mendapat perhatian saat ini adalah soal janji perlindungan untuk setiap warga negara. Hal ini terkait dengan beberapa tindakan yang mendiskriminasikan minoritas. Menurut Anies Baswedan Republik ini dirancang untuk melindungi setiap warga negara. Ia mengilustrasikan Republik ini sebagai sebuah tenun kebangsaan yang dirajut dari kebhinekaan suku, adat, agama, keyakinan, bahasa, geografis yang sangat unik. Kekerasan atas nama apapun akan merusak tenun tersebut. Dalam soal perlindungan terhadap warga negara atas kekerasan yang kerap terjadi menurut Anies Baswedan harus dilihat sebagai warga negara menyerang warga negara lainnya, terjadi bukan soal mayoritas lawan mayoritas. Menurutnya negara tidak bisa mengatur perasaan, pikiran, ataupun keyakinan warga negaranya. Namun, negara sangat bisa mengatur cara mengekspresikannya. Dialog antar pemikiran setajam apapun boleh, namun begitu berubah jadi kekerasan maka pelakunya berhadapan dengan negara dan hukum.

Pendidikan Sebagai Eskalator Ekonomi

Janji kemerdekaan untuk pencerdasan warga negara diwujudkan Anies dalam beberapa inisiatif. Menurut Anies Baswedan selama empat atau lima dekade terakhir, pendidikan menjadi eskalator sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Ia mencontohkan, kelas menengah atas Indonesia saat ini adalah kelas menengah ke bawah dulunya. Karena pendidikan khususnya pendidikan tinggi-lah status sosial ekonomi dapat naik. Berbeda dengan beberapa dekade lalu, kini eskalator ini tidak bisa lagi dinaiki semua orang karena tingginya biaya pendidikan dan akses pendidikan yang terbatas. Untuk mengatasi maslaha tersebut, Anies Baswedan menelurkan beberapa insiatif pendidikan yang menciptakan perubahan positif di masyarakat.

Indonesia Mengajar

Indonesia Mengajar didasari oleh salah satu janji kemerdekaan negara ini dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak masyarakat di daerah yang belum dapat menikmati janji tersebut. Salah satu permasalahan terbesar pendidikan di daerah yakni distribusi guru yang tidak merata.
Indonesia Mengajar mengirimkan memiliki dua tujuan utama. Pertama adalah mengirim anak-anak muda terbaik bangsa yang disebut sebagai Pengajar Muda (PM) untuk mengajar selama satu tahun di Sekolah Dasar di desa-desa terpencil di penjuru negeri. Tak hanya mengajar para PM juga berinteraksi langsung dengan pemangku kepentingan di daerah dan masyarakat.
Kedua, menciptakan calon pemimpin yang memiliki pemahaman akar rumput dan kompetensi global. Dengan bekal pendidikan dan organisasi yang dimiliki oleh para PM ditambah interaksinya dengan masyarakat akar rumput selama satu tahun membuat PM memberikan pengalaman kepemimpinan nyata dan pemahaman empatik yang tinggi bagi yang melaluinya. Dimulai pada tahun 2010 kini Indonesia Mengajar telah memberangkatkan lebih dari 200 PM ke 17 kabupaten yang tersebar dari barat sampai timur Indonesia. 

Indonesia Menyala

Program Indonesia Menyala berawal dari hasil pengamatan sejumlah Pengajar Muda sejak mereka ditempatkan pada November 2010. Mereka melihat bahwa mayoritas anak didik mereka kekurangan bahan bacaan yang bermutu. Melihat kebutuhan tersebut dan kesadaran atas pentingnya buku untuk teman-teman di pelosok, maka program Indonesia Menyala diluncurkan pada 15 April 2011.
Indonesia Menyala membentuk perpustakaan-perpustakaan yang bertempat di wilayah penempatan Pengajar Muda. Perpustakaan Indonesia Menyala terdiri dari dua bentuk yakni perpustakaan tetap dan perpustakaan berputar. Perpustakaan tetap yaitu perpustakaan yang berisikan buku yang hanya digunakan di satu sekolah penempatan. Sedangkan, perpustakaan berputar, berbentuk sebuah tas yang dibawa keliling oleh Pengajar Muda untuk dibaca oleh masyarakat sekitar. Indonesia Menyala menghilangkan sekat besar akses terhadap bacaan yang terbatas pada masyarakat masyarakat pedesaan di Indonesia, sehingga semakin meneguhkan bahwa pendidikan adalah hak yang harus diterima setiap masyarakat. 

Kelas Inspirasi

Kelas Inspirasi mengundang para profesional yang sukses karena pendidikan untuk turun tangan berbagi cerita dan pengalaman kerja selama satu hari di hari yang disebut dengan Hari Inspirasi. Tujuan Kelas Inspirasi ada dua yaitu menjadi wahana bagi sekolah dan siswa untuk belajar dari para profesional, serta agar para profesional, khususnya kelas menengah secara lebih luas dapat belajar mengenai kenyataan dan fakta mengenai kondisi pendidikan kita.
Dengan Kelas Inspirasi diharapkan terjalin relasi yang dapat terus menerus sekolah dan kelas menengah pelihara. Hal ini sebagai wujud jendela komunikasi antara profesional sebagai kelas menengah dan dunia pendidikan di SD negeri sebagai salah satu area yang perlu diadvokasi dan dikembangkan terus menerus. Sehingga dengan itu diharapkan mampu mendorong kalangan profesional untuk berperan aktif dalam pendidikan melalui kegiatan serupa.

Kualitas Manusia Indonesia

Salah satu janji kemerdekaan adalah janji kesejahteraan. Menurut Anies Baswedan titik berangkat kesejahteraan bukan seperti dalam perspektif lama yakni Sumber Daya Alam (SDA), titik berangkatnya adalah kesadaran bahwa garda terdepan untuk meraih kemenangan adalah kualitas manusia. Ia menggunakan istilah kualitas manusia bukan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut dikarenakan karena manusia Indonesia tidak boleh dipandang semata-mata sebagai sumber daya. Kualitas manusia ini hanya bisa diraih lewat pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas itu sebab utamanya bukan karena gedung, buku, kurikulum atau bahasa yang berkualitas. Untuk mendorong hal tersebut menurutnya kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang menggerakkan manusia Indonesia. Kepemimpinan yang menginspirasi, bukan mendikte. Kepemimpinan yang bersifat patron-client tidak lagi cocok untuk kondisi Indonesia saat ini. Yang lebih cocok menurut Anies adalah kepemimpinan yang mampu membuat orang bergerak, turun tangan dan berkontribusi untuk menyelesaikan masalah.

Gerakan Anti Korupsi

Yang juga menjadi perhatian Anies Baswedan soal belum terlunasinya janji kesejahteraan adalah praktek korupsi di Indonesia. Ia beberapa kali bergabung menjadi aktivis anti korupsi atas undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Tim 8 KPK

Pada 2010 Anies Baswedan tergabung dalam Tim Verifikasi Fakta dan Hukum atau dikenal dengan Tim 8 yang diketuai Adnan Buyung Nasution untuk meneliti kasus dugaan kriminalisasi terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Nama kedua pemimpin Komisi ini ramai dikaitkan dalam perseteruan Kepolisian versus KPK – yang populer dengan sebutan “Cicak versus Buaya” – ketika itu.

Ketua Komite Etik KPK

Februari 2013 Anies Baswedan diminta oleh KPK untuk memimpin Komite Etik KPK – tim ad hoc bentukan pemimpin antirasuah itu. Tugas Komite ini adalah memeriksa ihwal bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) kasus korupsi proyek Hambalang atas nama tersangka Anas Urbaningrum.

Pemahaman Akar Rumput dan Kompetensi Global

Salah satu janji kemerdekaan adalah janji berperan dalam tingkat global. Menurut Anies Baswedan dahulu pada saat Sumpah Pemuda misalnya seorang Jawa atau Sunda menjadi Indonesia tanpa kehilangan Jawa atau Sundanya, sekarang kesadaran seperti itu adalah bahwa kita juga warga dunia. Menurutnya kesadaran yang saat ini diperlukan adalah kesadaran melampaui Indonesia (beyond Indonesia). Kepada para mahasiswa Anies sering mengatakan kompetitor mereka bukan lagi dari Universitas yang berada di negeri ini. Kompetitor mahasiswa itu adalah lulusan Melbourne, AS, Tokyo, dan lain-lain yang memiliki kemampuan bahasa, ilmu pengetahuan, dan jaringan internasional. Menurutnya yang penting untuk dimiliki saat ini adalah kompetensi yang bersifat global dan pemahaman akan permasalahan akar rumput yang nyata terjadi di masyarakat. Istilah yang kerap ia kemukakan adalah grass roots understanding and world class competence (pemahaman akar rumput dan kompetensi tingkat dunia).

Penghargaan

Nasional

Harian Rakyat Merdeka menganugerahkan The Golden Awards pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) harian ini yang ke 14 pada Juni 2013. Anies dipilih atas inspirasinya di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Selain Anies tokoh yang mendapatkan penghargaan ini adalah Johan Budi SP (Juru Bicara KPK) dan Ignasius Jonan (Dirut PT KAI). Pada Agustus 2013, Anies Baswedan mendapatkan Anugerah Integritas Nasional dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas) serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Penilaian ini didasari atas survey yang dilakukan pada 2012 tentang persepsi masyarakat terhadap sejumlah tokoh nasional. Anies terpilih bersama beberapa tokoh lain seperti Komaruddin Hidayat, Abraham Samad, serta Mahfud MD. Menurut Ketua Kupas Ai Mulyadi Mamoer, mereka yang terpilih adalah mereka yang jujur, bertanggungjawab, visioner, disiplin, bisa bekerja sama, adil dan peduli. Dompet Dhuafa memberikan penghargaan Dompet Dhuafa Award 2013 kepada Anies Baswedan pada Juli 2013. Penghargaan ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang dinilai telah memberikan inspirasi kebajikan bagi masyarakat dan berkontribusi bagi bangsa. Anies Baswedan menerima penghargaan kategori pendidikan. Ia dipilih karena usahanya melunasi janji kemerdekaan di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Selain Anies Baswedan beberapa tokoh menerima penghargaan ini antara lain, Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden), Warsito Purwo (Ketua Umum Masyarakat dan Ilmuwan Teknologi Indonesia), serta Irma Suryati (penggerak kaum difabel). Anies Baswedan juga menerima penghargaan Tokoh Inspiratif dalam Anugerah Hari Sastra Indonesia. Penghargaan ini diberikan pada saat perayaan Hari Sastra Nasional pada 3 Juli 2013 di Balai Budaya Pusat Bahasa, Rawamangun, Jakarta. Anies mendapat penghargaan kategori tokoh inspiratif. Anies dirasa memiliki track record serta kepedulian dalam memperjuangkan kemajuan untuk Indonesia.

Internasional

  • Gerald Maryanov Award
Pada 2004 Anies Baswedan menerima penghargaan Gerald Maryanov Fellow dari Departemen Ilmu Politik Universitas Northern Illinois.
  • 100 Intelektual Publik Dunia
Pada 2008 Majalah Foreign Policy memasukkan Anies Baswedan dalam 100 Intelektual Publik Dunia. Anies merupakan satu-satunya orang Indonesia yang masuk pada daftar hasil rilis majalah tersebut. Dalam daftar itu nama Anies sejajar dengan tokoh dunia seperti Noam Chomsky (tokoh perdamaian), para penerima nobel seperti Shirin Ebadi, Al Gore, Muhammad Yunus, dan Amartya Sen.
  • Young Global Leaders
Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan juga membuahkan hasil dengan hadirnya nama Anies dalam salah satu Young Global Leaders pada Februari 2009 yang diberikan oleh World Economic Forum.
  • 20 Tokoh Pembawa Perubahan Dunia
Dua tahun berselang setelah mendapat penghargaan 100 Intelektual Publik Dunia, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresight yang terbit di Jepang. Dalam edisi khusus “20 orang 20 tahun”, Majalah ini menampilkan 20 tokoh yang diperkirakan akan menjadi perhatian dunia. Mereka akan berperan dalam perubahan dunia dua dekade mendatang. Menurut majalah itu Anies Baswedan dinilai sebagai salah satu tokoh calon pemimpin Indonesia masa mendatang. Nama Anies berdampingan dengan Vladimir Putin (Perdana Menteri Rusia), Hugo Chavez (Mantan Presiden Venezuela), David Miliband (Menteri Luar Negeri Inggris), Rahul Gandi (Sekjen Indian National Congress India), serta Paul Ryan (politisi muda Partai Republik dan anggota House of Representative AS).
  • PASIAD Education Award
Anies Baswedan menerima penghargaan dari The Association of Social and Economic Solidarity with Pacific Countries (PASIAD) kategori Pendidikan dari Pemerintah Turki pada tahun 2010. Penghargaan ini diberikan kepada pengajar, pelajar maupun individu yang telah berkontribusi untuk dunia pendidikan. Anies Baswedan menerima penghargaan ini karena telah membuat anak-anak muda terbaik untuk mengajar di daerah terpencil yang jauh dari akses pendidikan melalui program Indonesia Mengajar.
  • Nakasone Yasuhiro Award
Anies Baswedan menerima Nakasone Yasuhiro pada Juni 2010. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Mantan Perdana Menteri Jepang, Yasuhiro Nakasone. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang visioner yang membawa perubahan dan memiliki daya dobrak, demi tercapainya abad 21 yang lebih cerah. Anies dirasa adalah salah satu sosok visioner tersebut. Hanya beberapa orang asal Indonesia yang pernah menerima penghargaan bergengsi ini, seperti Rizal Sukma (Peneliti CSIS) dan Wayan Karna (Dekan ISI Denpasar).
  • 500 Muslim Berpengaruh di Dunia
Penghargaan yang diterima Anies Baswedan juga hadir dari kawasan Timur Tengah. The Royal Islamic Strategic Studies Center, Jordania, memasukkan nama Anies dalam daftar The 500 Most Influential Muslims pada Juli 2010. Penghargaan ini diberikan untuk 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia.

Ali Masykur Musa


Ali Masykur MusaNama Lengkap : Ali Masykur Musa
Alias : No Alias
Agama : Islam
Tempat Lahir : Tulungagung
Tanggal Lahir : Rabu, 12 September 1962
Zodiac : Virgo
Warga Negara : Indonesian
Istri : Farida Gurmiyati, SH., SP.n.
Saudara : Ali Maschan Moesa
 
BIOGRAFI
Ali Masykur Musa dikenal sebagai salah seorang anggota DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang mewakili daerah pemilihan Jawa Timur 6. Lahir di Tulungagung pada tanggal 12 September 1962, pria yang menikah dengan Farida Gurmiyati ini menjadi anggota komisi XI DPR yang membidangi urusan Pembangunan dan LKBB.

Dia memulai karir politiknya dengan dengan menjadi anggota FKB DPR-RI pada periode 1999-2001. Pria yang juga menempuh pendidikan dasar di berbagai pesantren dan pernah menjadi dosen FISIP di Universitas Negeri Jember ini melanjutkan karir politiknya dengan menjabat sebagai ketua Fraksi PKB DPR RI periode 2003-2004 dan 2004-2006.

Terpilih dalam pemilihan kepala daerah membuat Ali  berhak menjadi wakil rakyat di DPR untuk anggota komisi IX DPR RI (periode 1999-2002) dan dilanjutkan untuk komisi XI (periode 2002-2003). Pada tahun-tahun berikutnya, kiprah politik pria yang sangat aktif terlibat dalam berbagai seminar dan telah banyak menulis buku ini terus berlanjut dengan menjadi anggota berbagai komisi DPR dan Badan Legislatif DPR Republik Indonesia.

Ayah tiga anak ini pernah tercatat namanya sebagai Komisaris Utama PT. Carara Crema Stones pada periode 2002-2009. Dikenal sebagai figur yang gemar berorganisasi, kiprah Ali dibuktikan melalui keterlibatannya, baik sebagai anggota maupun ketua, pada banyak organisasi sosial kemasyarakatan seperti Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama, Keluarga Alumni Universitas Jember, Departemen Lembaga Perekonomian PB NU, DPP KNPI, GM KOSGORO dan berbagai organisasi lain.

Karir politik Ali mencapai puncaknya setelah terpilih menjadi anggota IV BPK RI pada tahun 2009. Sepak terjangnya di dunia politik dan keuangan membuatnya sering mengunjungi berbagai negara untuk studi banding seperti Korea Selatan, RRC, Mesir, Jepang, Swiss, Brasil dan lainnya.

Pemegang gelar Doktor bidang Manajemen Pendidikan dari PPS Universitas Negeri Jakarta yang juga pernah menjadi presenter TV selama 1997-1999 pada saat ini menduduki jabatan Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama pada Februari 2012 pasca konflik di tubuh organisasi NU memenangkannya berdasarkan keputusan islah.

Riset dan Analisis: Mamor Adi Pradhana
PENDIDIKAN
  • Study Banding sejumlah Negara tentang Kenegaraan, Hukum dan Kewarganegaraan seperti; Korea Selatan, RRC, Jepang, Amerika Serikat, Arab Saudi, Mesir, Jerman, Chile, Swiss, Spanyol, Brasil, Argentina, Maroko, Yunani, Rusia, dan lain-lain;
  • S1 Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, tahun 2010;
  • S2 Magister Hukum Bisnis, di UGM dengan tesis “Konflik kewenangan Pengawasan Perbankan antara BI dan LPS dalam Penanganan Bank Gagal” tahun 2009;
  • S3 Manajemen Pendidikan dengan Konsentrasi Study Kebijakan dan Politik Anggaran di Universitas Negeri Jakarta ”Perubahan UUD 1945 tentang Pendidikan dan Implikasinya terhadap Politik Anggaran Pendidikan”, tahun 2007;
  • S2 Ilmu Politik Universitas Indonesia, ”Pemikiran Politik Nahdlatul Ulama” tentang Paham Kebangsaan Indonesia, tahun 1998;
  • Study Internship Metode Hubungan Internasional dan Ekonomi Politik Internasional di PAU Universitas Indonesia, tahun 1988;
  • Study Internship tentang ”Study Kawasan”, di PAU Universitas Gajah Mada, tahun 1987;
  • S1 FISIP Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Jember, tahun 1986;
  • Pondok Pesantren Al-Fatah, Mangunsari, Tulungagung, tahun 1978-1981;
  • Pondok Pesantren Panggung Tarbiyatul Ulum, Tulungagung, 1975-1978;
  • MAN di Tulungagung, tahun 1981;
  • PGAN 4 Tahun di Tulungagung, tahun 1978;
  • Madrasah Ibtidaiyah dan SD di Tulungagung, tahun 1974.
KARIR
  • Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), 2012 – 2017;
  • Ketua Umum PP Keluarga Alumni Universitas Jember (KAUJE), 2009 – 2013;
  • Ketua Keluarga Alumni Universitas Jember DKI Jakarta, 2005 – 2009;
  • Wakil Ketua Umum DPP PKB, 2005 – 2010;
  • Ketua DPP PKB, 2002 – 2005;
  • Ketua Departemen Pemuda dan Mahasiswa DPP PKB, 1998 – 2002;
  • Departemen Lembaga Perekonomian PB NU, 2000 – 2005;
  • Plh Ketua Umum DPP KNPI, 1999 – 2000;
  • Ketua DPP KNPI, 1997 – 1999;
  • Ketua GM KOSGORO, 1995 – 1998;
  • Ketua LPSDM PB PMII, 1988 – 1991;
  • Wakil Ketua GP. Ansor Cabang Jember, 1986 – 1988;
  • Ketua Umum PMII Cabang Jember, 1985 – 1986;
  • Ketua Umum PMII Rayon FISIP, Universitas Jember, 1983 – 1984;
  • Ketua Umum PB PMII, 1991 – 1994.

Umar Khayyam: Ahli Matematika dan Sastra Muslim

Umar Kayyam lahir pada tahun 1048 di Khurasan. Nama lengkapnya adalah Ghyasiddin Abul Fatih ibn Ibrahim al-Khayyam. Sejak kecil, Khayyam sudah memperoleh pendidikan yang baik dari orang tuanya. Salah seorang gurunya adalah Imam Muwaffak, seorang pendidik yang terkenal pada masa itu.
Umar Khayyam dikenal sebagai ilmuwan cerdas abad pertengahan. Ia memiliki nama besar di bidang matematika, astronomi, dan sastra. Sehubungan dengan itu, ia mendapat julukan Tent Maker dari para ilmuwan semasanya.
Tanpa diduga, kecemerlangan nama Umar Khayyam menarik perhatian Sultan Malik Syah. Pada suatu ketika, Sultan menawarkan kedudukan tinggi di istana pada Khayyam, namun ditolaknya dengan sopan. Khayyam lebih memilih menekuni dunia ilmu pengetahuan dari pada menjadi pejabat. Akhirnya, Khayyam pun diberi fasilitas oleh Sultan. Ia diberi dana yang besar untuk membiayai penelitian khususnya di bidang matematika dan astronomi. Sultan juga mendirikan sebuah pusat observasi astronomi yang megah, tempat Khayyam mempersiapkan dan menyusun sejumlah tabel astronomi di kemudian hari. Di samping itu, Umar Khayyam juga diangkat menjadi ketua dari sekelompok sarjana yang terdiri dari delapan orang. Kedelapan orang sarjana tersebut adalah orang-orang pilihan Sultan yang ditunjuk untuk mengadakan sejumlah penelitian astronomi di Perguruan Tinggi Nizamiah, Baghdad.
Para ilmuwan inilah yang kemudian berhasil melakukan modifikasi terhadap perhitungan kalender muslim. Menurut perhitungan Khayyam, masa satu tahun adalah 365,24219858156 hari. Ia menghasilkan perhitungan yang sangat akurat hingga membuat para ilmuwan memuji kecerdasannya. Pada akhir abad XIX, para astronom menyatakan bahwa masa satu tahun adalah 365,242196 hari. Sementara itu, hitungan terakhir untuk masa satu tahun adalah 365,242190 hari. Sebuah nilai yang tidak jauh berbeda dari perhitungan Umar Khayyam berabad-abad sebelumnya.
Biografi Umar Khayyam: Ahli Matematika dan Sastra Muslim
Sejak tahun 1079, Umar Khayyam mulai menerbitkan hasil penelitiannya berupa tabel astronomi yang dikenal sebagai Zij Malik Syah. Adapun di bidang matematika, khususnya mengenai aljabar, ia juga menghasilkan sebuah karya, seperti al-Jabr (Algebra). Di kemudian hari, karya ini diedit dan diterjemahkan dalam bahasa Perancis. Al-Jabr dianggap sebagai sebuah sumbangan terbesar Umar Khayyam bagi negerinya dan perkembangan ilmu matematika.
Umar Khayyam adalah orang pertama yang mengklasifikasikan persamaan tingkat satu (persamaan linier) dan memikirkan pemecahan masalah persamaan pangkat tiga secara ilmiah. Selain itu, Umar Khayyam juga telah memperkenalkan sebuah persamaan parsial untuk ilmu aljabar dan geometri. Ia membuktikan bahwa suatu masalah geometri tertentu dapat diselesaikan dengan sejumlah fungsi aljabar. Pada abad XVX dan XVII, persamaan semacam ini justru lebih banyak digunakan oleh para ahli matematika Eropa. Hal ini merupakan bukti bahwa Umar Khayyam dan pengikutnya, Nashiruddin al-Thusi, telah berhasil mendahului para ahli matematika Barat. Karya Khayyam lainnya adalah Jawami al-Hisab. Karya ini memuat referensi paling awal tentang Segitiga Pascal dan menguji balik postulat V yang menyangkut teori garis sejajar, suatu hal mengenai geometri Euclides yang sangat mendasar.
Sebagai seorang muslim, Umar Khayyam termasuk kelompok moderat. Ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan kebanyakan muslim pada waktu itu. Dengan kemampuannya bersastra, Khayyam juga menulis sejumlah puisi yang menggambarkan kisah hidupnya. Puisi tersebut termuat dalam karyanya yang berjudul Rubaiyat. Kini, karya tersebut masih tersimpan di negeri kelahirannya. Sementara itu, karya sastra Khayyam yang lain telah banyak diterjemahkan dalam bahasa Inggris, antara lain oleh Fitz Gerald pada tahun 1839.
Umar Khayyam meninggal dunia pada akhir abad XII.

Selasa, 24 Desember 2013

Yusril Ihza Mahendra

Yusril Ihza MahendraYusril Ihza Mahendra dilahirkan pada tanggal 5 Februari 1956 di Lalang, Manggar, Belitung Timur. Ia merupaka seorang Pakar Hukum Tata Negara. Yusril Izha Mahendra adalah anak dari pasangan Idris dan Nursiha. Ibunya berasal dari Bangkinang kemudian menetap di Belitung, dan dikemudian hari sesuai dengan adat Minangkabau, ia pun menyandang gelar sako (pusaka) sukunya yaitu Datuk Maharajo Palinduang. Sejak masa sekolahnya dulu Yusril Izha Mahendra sudah aktif berorganisasi, ketika bersekolah di SMP Yusril Izha Mahendra menjadi Ketua OSIS kemudian kemudian jabatan ketua OSIS masih dipegangnya di SMA selain di KAPPI tingkat Rayon. Kemudian setelah lulus SMA Yusril Izha Mahendra melanjutkan kuliah ke Universitas Indonesia mengambil ilmu filsafat fakultas sastra dan juga Hukum Tata Negara.

Saat kuliah di UI Yusril Izha Mahendra juga terpilih menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UI dan bergabung ke Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) ketika kuliah. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Indonesia, Yusril Izha Mahendra melanjutkan S-2 ke University of the Punjab (India) untuk mengambil gelar master kemudian melanjutkan lagi S-3 mengambil spesialisasi Perbandingan Politik Masyarakat-Masyarakat Muslim di University Sains Malaysia dengan bidang University Sains Malaysia dan berhasil mendapat gelar Doctor of Philosophy dalam Ilmu Politik. Di dunia pendidikan Yusril Izha Mahendra dikenal sebagai Professor dan Pakar Hukum Tata negara, ia berprofesi sebagai dosen di beberapa universitas seperti dosen di fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), kemudian dosen di Akademi Ilmu Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman pada tahun 1983, serta Guru besar di Program Pascasarjana UI dan juga Fakultas Hukum UI. Ia diangkat sebagai Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Indonesia dan mengajar Hukum Tata Negara, Teori Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum pada program pascasarjana.

Yusril Ihza Mahendra ikut dalam kepanitiaan konfrensi internasional seperti Sidang AALCO, Konfrensi Internasional tentang Tsunami dan Konfrensi Tingkat Tinggi Asia Afrika. Bukan hanya dalam negeri Yusril Ihza Mahendra juga aktif di organisasi Internasional seperti di Regional Islamic Da’wah Council of Southeast Asia and the Pasific bermarkas di Kuala Lumpur dan diketuai oleh Tuanku Abdul Rahman Putra Al-Haj (Mantan Perdana Menteri Malaysia). Bahkan Yusril Ihza Mahendra pernah menjabat Vice President dan President Asian-African Legal Consultative Organization, bermarkas di New Delhi. Selain itu Yusril Ihza Mahendra merupakan anggota dan Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam berbagai perundingan internasional termasuk sidang ASEAN, Organisasi Konfrensi Islam dan APEC, termasuk menjadi wakil Indoensia untuk berbicara dan berpidato dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, Komisi Hak Asasi Manusia PBB (United Nations) di Jenewa. Dan juga ikut menyusun Konvensi PBB serta menandatanganinya atas nama Pemerintah Republik Indonesia seperti UN Convention on Transnational Organized Crime di Palermo, Italia, dan UN Convention Against Corruption di Markas PBB New York.

Dalam bidang politik, Yusril Izha Mahendra pernah menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang sejak 1998 hingga 2005, karier politik Yusril Ihza Mahendra tersebut didasari dari keaktifannya di dunia pendidikan dan juga organisasi. Yusril Izha Mahendra juga pernah menjadi anggota organisasi yang berafiliasi kepada Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) yang bernama Pemuda Muslimin. Lebih jauh lagi Yusril Izha Mahendra Izha Mahendra pernah menjadi pengurus Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Yusril Ihza Mahendra
Ketika Pemilihan Presiden di arena Sidang Umum MPR RI Oktober 1999 Yusril Izha Mahendra yang ketika itu Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) mendapatkan 232 suara, Abdurrahman Wahid yang saat itu menjadi Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memperoleh 185 suara dan Megawati Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati meraih 305 suara. Atas kesepakatan pentolan Poros Tengah, Amien Rais (PAN), Akbar Tandjung (Partai Golkar), Hamzah Haz (PPP), Matori Abdul Djalil (PKB), dan juga Yusril Izha Mahendra (PBB), akhirnya Yusril Izha Mahendra sepakat mengundurkan diri dari arena pemilihan presiden. Selanjutnya, Poros Tengah memberikan dukungan penuh kepada Gus Dur.

Yusril Ihza Mahendra
Dalam Pemerintahan, Yusril Ihza Mahendra pernah menjabat menteri di 3 kabinet, dalam Kabinet Pemerintahan Indonesia 21 Oktober 2004 – 9 Mei 2007 dengan Presiden Abdurrahman Wahid dipercaya menempati posisi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri Yusril Izha Mahendra menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Kabinet Gotong Royong 23 Oktober 1999 – 7 Februari 2001 kemudian pada masa Kabinet Indonesia Bersatu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 9 Agustus 2001 – 21 Oktober 2004 menjadi Menteri Sekretaris Negara hingga akhirnya saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan resuffle Kabinet Indonesia Bersatu Yusril Ihza Mahendra digantikan Hatta Rajasa.

Yusril Ihza mahendra menikah dengan Kessy Sukaesih kemudian bercerai dan kemudian ia menikah dengan seorang wanita keturunan Jepang bernama Rika Tolentino Kato, dari pernikahannya ia dikarunia empat orang anak bernama Yuri, Kenia, Meilan, dan Ali Reza.

Mohammad Mahfud

Biografi Mahfud MD
Biografi Mahfud MD. Mahfud MD terlahir dengan nama lengkap Mohammad Mahfud dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Omben, Sampang Madura, Mahfud MD tercatat pernah menjabat sebagai Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Indonesia, Mahfud MD terlahir dari pasangan Mahmodin dan Suti Khadidjah. Mahmodin, pria asal Desa Plakpak, Kecamatan Pangantenan ini adalah pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Mahmodin lebih dikenal dengan panggilan Pak Emmo (suku kata kedua dari Mah-mo-din, yang ditambahi awalan em). Dalam bislit pengangkatannya sebagai pegawai negeri, Emmo diberi nama lengkap oleh pemerintah menjadi Emmo Prawiro Truno. Sebagai pegawai rendahan, Mahmodin kerap berpindah-pindah tugas. Setelah dari Omben, ketika Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin berpindah lagi ke daerah asalnya yaitu Pamekasan dan ditempatkan di Kecamatan Waru. Di sanalah Mahfud menghabiskan masa kecilnya dan memulai pendidikan sampai usia 12 tahun. Dimulai belajar dari surau sampai lulus SD.

Mahfud MD adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, Tiga kakaknya antara lain Dhaifah, Maihasanah dan Zahratun. Sementara ketiga adiknya bernama Siti Hunainah, Achmad Subkhi dan Siti Marwiyah. Latar kehidupan keluarganya yang berada di lingkungan taat beragama membuat pemberian nama arab tersebut penting. Khusus bagi Mahfud, arti dari nama “Mahfud” sendiri adalah “orang yang terjaga”. Dengan nama itu diharapkan Mahfud senantiasa terjaga dari hal-hal yang buruk. Adapun inisial MD di belakang nama Mahfud adalah singkatan dari nama ayahnya, Mahmodin, dan bukan merupakan gelar akademik seperti sebagian orang menganggapnya. Sebenarnya sampai lulus SD tidak ada inisial MD di belakang nama Mahfud. Baru ketika ia memasuki sekolah lanjutan pertama, tepatnya masuk ke Pendidikan Guru Agama (PGA), tambahan nama itu bermula. Saat di kelas I sekolah tersebut ada tiga murid yang bernama Mohammad Mahfud. Hal itu membuat wali kelasnya meminta agar di belakang setiap nama Mahfud diberi tanda A, B, dan C. Namun karena kode tersebut dirasa seperti nomer becak, wali kelas lalu memutuskan untuk memasang nama ayahnya masing-masing dibelakang nama mahfud. Jadilah Mahfud memakai nama Mahfud Mahmodin sedangkan teman sekelasnya yang lain bernama Mahfud Musyaffa’ dan Mahfud Madani. Dalam perjalanannya, Mahfud merasa bahwa rangkaian nama Mahfud Mahmodin terdengar kurang keren sehingga Mahmodin disingkatnya menjadi MD. Tambahan nama inisial itu semula hanya dipakai di kelas, tetapi pada waktu penulisan ijazah kelulusan SMP (PGA), inisial itu lupa dicoret sehingga terbawa terus sampai ijazah SMA, Perguruan Tinggi, dan Guru Besar. Hal itu disebabkan karena nama pada ijazah di setiap tingkat dibuat berdasarkan nama pada ijazah sebelumnya. Berangkat dari situlah nama resmi Mahfud menjadi Moh. Mahfud MD.

Secara umum, pendidikan atau sekolah Mahfud MD cenderung zig-zag. Maksudnya, rangkaian pendidikannya merupakan kombinasi dari pendidikan agama dan pendidikan umum. Mahfud mengenyam pendidikan dasar dengan belajar agama Islam dari surau dan madrasah diniyyah di desa Waru, utara Pamekasan. Masuk usia tujuh tahun, Mahfud disibukkan dengan belajra setiap harinya. Pagi hari menjalani pendidikan Sekolah Dasar, belajar di madrasah ibtidaiyah pada sorenya, dan menghabiskan waktu malam hingga pagi di surau. Setamat dari SD, Mahfud dikirim belajar ke Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan. Pada masa itu, ada kebanggaan tersendiri bagiorang Madura kalau anaknya bisa menjadi guru ngaji, ustadz, kyai atau guru agama. Lulus dari PGA setelah 4 tahun belajar, Mahfud terpilih mengikuti Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama yang terletak di Yogyakarta. Sekolah ini merekrut luluan terbaik dari PGA dan MTs seluruh Indonesia.

Mahfud tamat dari PHIN pada 1978, rencananya hendak melanjutkan sekolah ke PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an) di Mesir. Sementara menunggu persetujuan beasiswa, Mahfud coba-coba kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan Fakultas Sastra (Jurusan Sastra Arab) UGM. Tapi rupanya karena telanjur betah di Fakultas Hukum, Mahfud memutuskan meneruskan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang dirangkapnya dengan kuliah di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada Jurusan Sastra Arab. Namun kuliahnya di Fakutas Sastra tidak berlanjut karena merasa ilmu bahasa Arab yang diperoleh di jurusan itu tidak lebih dari yang didapat ketika di pesantren dulu. Mengingat kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, Mahfud giat mencari biaya kuliah sendiri termasuk gigih mendapatkan beasiswa. Hal itu tidak sulit bagi Mahfud, melalui tulisan-tulisan yang dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat dan Harian Masa Kini, Mahfud berhasil mendapatkan honorarium. Begitu juga, beasiswa Rektor UII, Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharma Siswa Madura berhasil diperolehnya.

Sejak SMP MD, Mahfud remaja tertarik menyaksikan hingar bingar kampanye pemilu. Disitulah bibit-bibit kecintaannya pada politik terlihat. Pada masa kuliah kecintaannya pada politik semakin membuncah dan disalurkannya dengan malang melintang diberbagai organisasi kemahasiswaan intra universiter seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan Pers Mahasiswa. Sebelumnya Mahfud juga aktif di organisasi ekstra universiter Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pilihannya pada HMI didorong oleh pemahamannya terhadap medan politik di UII. Saat itu untuk bisa menjadi pimpinan organisasi intra kampus harus berstempel sebagai aktivis HMI. Namun dari beberapa organisasi intra kampus yang pernah ia ikuti, hanya Lembaga Pers Mahasiswa yang paling ia tekuni. Sejarah mencatat ia pernah menjadi pimpinan di majalah Mahasiswa Keadilan (tingkat fakultas hukum), ia juga memimpin Majalah Mahasiswa Muhibbah (tingkat universitas). Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, Majalah Muhibbah yang pernah dipimpinnya pernah dibreidel sampai dua kali. Pertama dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo (tahun 1978) dan terakhir dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada tahun 1983.

Biografi Mahfud MD

Lulus dari Fakultas Hukum pada tahun 1983, Mahfud tertarik untuk ikut bekerja, mengajar di almamaternya sebagai dosen dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sekian waktu menggeluti ilmu hukum, Mahfud menemukan berbagai kegundahan terkait peran dan posisi hukum. Kekecewaannya pada hukum mulai terungkap, Mahfud menilai hukum selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik. Berangkat dari kegundahan itu, Mahfud termotivasi ingin belajar Ilmu Politik. Menurut Mahfud, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik. Dia melihat bahwa energi politik selalu lebih kuat daripada energi hukum sehingga ia ingin belajar ilmu politik. Oleh sebab itu, ketika datang peluang memasuki Program Pasca Sarjana S-2 dalam bidang Ilmu Politik pada tahun1985 di UGM, Mahfud tanpa ragu-ragu segera mengikutinya. Di UGM, Mahfud menerima kuliah dari dosen-dosen Ilmu Politik terkenal seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mochtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya Muhamin, Amien Rais, dan lain-lain.

Keputusannya mengambil Ilmu Politik yang notabene berbeda dengan konsentrasinya di bidang hukum tata negara bukan tanpa konsekuensi. Sebab sebagai dosen (PNS), bila mengambil studi lanjut di luar bidangnya tidak akan dihitung untuk jenjang kepangkatan. Karena itulah selepas lulus dari Program S-2 Ilmu Politik, Mahfud kemudian mengikuti pendidikan Doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM sampai akhirnya lulus sebagai doktor (1993). Disertasi doktornya tentang “Politik Hukum” cukup fenomenal dan menjadi bahan bacaan pokok di program pascasarjana bidang ketatanegaraan pada berbagai perguruan tinggi karena pendekatannya yang mengkombinasikan dua bidang ilmu yaitu ilmu hukum dan ilmu politik.

Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai peserta pendidikan doktor yang menyelesaikan studinya dengan cepat. Pendidikan S-3 di UGM itu diselesaikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Sampai saat itu (1993) untuk bidang Ilmu-Ilmu Sosial di UGM hampir tidak ada yang bisa menyelesaikan secepat itu, rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun. Tentang kecepatannya menyelesaikan studi S-3 itu Mahfud mengatakan bukan karena dirinya pandai atau memiliki keistimewaan tertentu, malainkan karena ketekunan dan dukungan dari para promotornya yaitu Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar. Selain selalu tekun membaca dan menulis di semua tempat untuk keperluan disertasinya, ketiga promotor tersebut juga mengirim Mahfud ke Amerika Serikat, tepatnya ke Columbia University (New York) dan Northern Illinois University (DeKalb) untuk melakukan studi pustaka tentang politik dan hukum selama satu tahun.

Ketika melakukan studi pustaka di Pusat Studi Asia, Columbia University, New York Mahfud berkumpul dengan Artidjo Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas Hukum UII yang sekarang menjadi hakim agung, sedangkan ketika menjadi peneliti akademik di Northern Illinois University, DeKalb Mahfud berkumpul dengan Andi A. Mallarangeng yang sekarang menjadi juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika itu Andi Mallarangeng menjadi Ketua Perhimpunan Muslim di wilayah itu sehingga Mahfud diberi satu kamar tanpa menyewa di sebuah kamar yang dijadikan masjid dan tempat berkumpulnya keluarga mahasiswa muslim di berbagai negara. Perjalanan karier pekerjaan dan jabatan Mahfud MD termasuk langka dan tidak lazim karena begitu luar biasa. Bagaimana tidak, dimulai dari karier sebagai kemudian secara luar biasa mengecap jabatan penting dan strategis secara berurutan pada tiga cabang kekuasaan, eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Biografi Mahfud MD

Akademisi

Mahfud MD memulai karier sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 1984 dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada 1986-1988, Mahfud dipercaya memangku jabatan Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara FH UII, dan berlanjut dilantik menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UII dari 1988 hingga 1990. Pada tahun 1993, gelar Doktor telah diraihnya dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Berikutnya, jabatan sebagai Direktur Karyasiswa UII dijalani dari 1991 sampai dengan 1993. Pada 1994, UII memilihnya sebagai Pembantu Rektor I untuk masa jabatan 1994-1998. Di tahun 1997-1999, Mahfud tercatat sebagai Anggota Panelis Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Mahfud sempat juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UII pada 1998-2001. Dalam rentang waktu yang sama yakni 1998-1999 Mahfud juga menjabat sebagai Asesor pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Puncaknya, Mahfud MD dikukuhkan sebagai Guru Besar atau Profesor bidang Politik Hukum pada tahun 2000, dalam usia masih relatif muda yakni 40 tahun.

Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat Doktor pada tahun 1993. Dia meloncat mendahului bekas dosen dan senior-seniornya di UII, bahkan tidak sedikit dari bekas dosen dan senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbingnya dalam menempuh pendidikan pascasarjana. Didukung oleh karya tulisnya yang sangat banyak, baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun makalah ilmiah, dari Lektor Madya, Mahfud melompat lagi, langsung menjadi Guru Besar. Jika dihitung dari awal menjadi dosen sampai meraih gelar guru besar, Mahfud hanya membutuhkan waktu 12 tahun. Hal itu menjadi sesuatu yang cukup berkesan baginya. Sebab umumnya seseorang bisa merengkuh gelar Guru Besar minimal membutuhkan waktu 20 tahun sejak awal kariernya. Dengan rentang waktu tersebut, Mahfud memegang rekor tercepat dalam sejarah pencapaian gelar Guru Besar. Pencapain itu diraih Mahfud saat usianya baru menginjak 41 tahun. Tidak heran jika pada waktu itu, Mahfud tergolong sebagai Guru Besar termuda di zamannya. Satu nama yang dapat disejajarkan adalah Yusril Ihza Mahendra, yang juga meraih gelar Guru Besar pada usia muda.

Eksekutif

Karier Mahfud MD kian cemerlang, tidak saja dalam lingkup akademik tetapi masuk ke jajaran birokrasi eksekutif di level pusat ketika di tahun 1999-2000 didaulat menjadi Pelaksana Tugas Staf Ahli Menteri Negara Urusan HAM (Eselon I B). Berikutnya pada tahun 2000 diangkat pada jabatan Eselon I A sebagai Deputi Menteri Negara Urusan HAM, yang membidangi produk legislasi urusan HAM. Belum cukup sampai di situ, kariernya terus menanjak pada 2000-2001 saat mantan aktivis HMI ini dikukuhkan sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, Mahfud ditawari jabatan Jaksa Agung oleh Presiden Abdurrahman Wahid tetapi menolak karena merasa tidak memiliki kemampuan teknis. Selain menjadi Menteri Pertahanan, Mahfud sempat pula merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM setelah Yusril Ihza Mahendra diberhentikan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM oleh Presiden Gus Dur pada 8 Februari 2001. Meski diakui, Mahfud tidak pernah efektif menjadi Menteri Kehakiman karena diangkat pada 20 Juli 2001 dan Senin, 23 Juli, Gus Dur lengser. Sejak itu Mahfud menjadi Menteri Kehakiman dan HAM demisioner.

Legislatif

Ingin mencoba dunia baru, Mahfud MD memutuskan terjun ke politik praktis. Mahfud sempat menjadi Ketua Departemen Hukum dan Keadilan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di awal-awal partai itu dibentuk dimana Mahfud juga turut membidani. Sempat memutuskan untuk kembali menekuni dunia akademis dengan keluar dari PAN dan kembali ke kampus. Meski memulai karier di PAN, Mahfud tak meneruskan langkahnya di partai yang dia deklarasikan itu, justru kemudian bergabung dengan mentornya, Gus Dur di Partai Kebangkitan Bangsa. Tidak menunggu lama, Mahfud dipercaya menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 2002-2005. Di tengah-tengah kesibukan berpolitik itu, Universitas Islam Kadiri (Uniska) meminang Mahfud MD untuk menjadi Rektor periode 2003-2006. Meski bersedia, namun beberapa waktu kemudian Mahfud mengundurkan diri karena khawatir tidak dapat berbuat optimal saat menjadi Rektor akibat kesibukan serta domisilinya yang di luar Kediri. Kiprahnya terus berlanjut, kali ini di dunia politik, Mahdud terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004-2008. Mahfud MD bertugas di Komisi III DPR sejak 2004.bersama koleganya di Fraksi Kebangkitan Bangsa. Namun sejak 2008, Mahfud MD berpindah ke Komisi I DPR. Di samping menjadi anggota legislatif, sejak 2006 Mahfud juga menjadi Anggota Tim Konsultan Ahli pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham).

Yudikatif

Belum puas berkarier di eksekutif dan legislatif, Mahfud MD mantap menjatuhkan pilihan mengabdi di ranah yudikatif untuk menjadi hakim konstitusi melalui jalur DPR. Setelah melalui serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan bersama 16 calon hakim konstitusi di Komisi III DPR akhirnya Mahfud bersama dengan Akil Mochtar dan Jimly Asshiddiqie terpilih menjadi hakim konstitusi dari jalur DPR. Mahfud MD terpilih menggantikan hakim Konstitusi Achmad Roestandi yang memasuki masa purna tugas. Pelantikannya menjadi Hakim Konstitusi terhitung sejak 1 April 2008, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 14/P/Tahun 2008, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2008. Selanjutnya, pada pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berlangsung terbuka di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008, Mahfud MD terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 menggantikan ketua sebelumnya, Jimly Asshiddiqie. Dalam pemungutan suara, Mahfud menang tipis, satu suara yakni mendapat 5 suara sedang Jimly 4 suara. Secara resmi, Mahfud MD dilantik dan mengangkat sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, pada Kamis 21 Agustus 2008.

Biografi Mahfud MD

Disela-sela kesibukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD selalu menyempatkan waktunya untuk mengajar, biasanya di hari Sabtu dan Minggu. Mahfud terbiasa dengan kondisi demikian, sebab dari awal karier, Mahfud memang berkeinginan menjadi pengajar, jiwa yang dimiliki adalah jiwa untuk mengajar. Hal ini sudah tampak sejak Mahfud kecil bercita-cita ingin menjadi guru ngaji. Setelah kuliah, Mahfud ingin menjadi dosen, karena suka melihat dosen-dosen yang kreatif dan suka berdebat. Bahkan Mahfud sering bolos bila dosen yang mengajar adalah dosen yang tidak kreatif.

Senin, 23 Desember 2013

Suasana 2014 Tercium Sudah

Suasana pemilu 2014 sudah tercium aroma dari sekarang. Strategi-strategi pendekatan partai politik mulai digencarkan untuk menjemput 'konsumen'. Kenapa hal demikian dilakukan? Yang pasti strategi itu dilakukan untuk meningkatkan elektabilitas dan kredibilitas partai politik. Dan tak ayal hal tersebut dilakukan bertujuan untuk memulihkan kepercayaan terhadap kasus yang menimpa kader partai politik.


Sebenarnya dalam kesempatan kali ini penulis tidak bermaksud untuk menyudutkan salah satu partai politik ataupun menurunkan kredibilitasnya. Di sini penulis hanya bermaksud menguak apa yang penulis lihat, baca dan dengar. Dan sebelumnya penulis mengucapkan maaf bila ada pihak yang merasa dirugikan atas tulisan ini.


Kembali ke pokok bahasan, penulis akan menceritakan apa adanya. Pada minggu 22 Desember 2013 yang bertepatan dengan Hari Ibu DPC PKS Malang mengadakan cek kesehatan gratis di jalan May. Jend Panjaitan. Penulis di sini tidak berbicara banyak hal karena dalam kesempatan tersebut penulis tidak sempat bertanya secara langsung kepada penyelenggara acara.


Lalu apakah ini menyuri start kampanye? Penulis tidak dapat memutuskan karena tidak memiliki kapasitas untuk menjawab.Kita serahkan saja kepada Bawaslu saja. Kalau tindakan yang dilakukan ZAIN ARIF YUNIARTO caleg DPRP kota Malang nomor urut 2 dapil klojen ini dinyatakan melanggar tata tertib kampanye. Lantas bagaimana dengan tindakan capres yang mengiklankan dirinya lewat TV yang mereka miliki.


Seperti halnya yang dilakukan oleh capres dan cawapres dari partai hanura, melalu stasiun televisi yang dikuasainya. Pasangan tersebut membungkus strategi tersebut dalam beberapa rangkaian acara semisal Kuis Kebangsaan dan Kuis Indonesia Cerdas. Ada pula program Padamu Negeri Win-HT Peduli yang katanya berupa pinjaman modal tanpa agunan dengan bunga nol persen.


Ada lagi cara yang berbeda yang dilakukan oleh capres ARB. Melalui perusahaan anakan yang dimilikinya dia membeli saham Arema Indonesia. Nama Arema Indonesia yang sudah mengakar dua musim belakangan ini diganti menjadi Arema Cronus. Kata Cronus diambil dari nama perusahaan yang membeli sebagian besar saham tersebut.  Tidak hanya itu saja, warna kostum Arema kini mulai muncul corak kuning yang menjurus ke warna partai politik tersebut.


Semua langkah tersebut tentunya bertujuan untuk mendekatkan partai politik dengan masyarakat. Jika telah dikenal tentunya mereka berharap dipilih. Kembali pertanyaan apakah hal tersebut melanggar tata tertib kampanye. Sepertinya hal itu wajar dilakukan selama dana yang dipakai untuk kebutuhan tidak berasal dari uang negara yang bisa menimbulkan defisit keuangan negara. 

Jadi disini penulis hanya menguak sedikit contoh yang ada. Saya hanya bisa MENYAMPAIKAN, Anda sendiri yang MEMUTUSKAN.



 sumber :