D
|
Karya : Fachrul Kurniansyah
i setiap
tempat, di setiap gedung, di setiap daerah, bahkan di setiap rumah seorang
muslim alangkah sejuknya bila terdapat tempat ibadah yang asri dan nyaman. Hal
inilah yang seringkali menjadi topik perbincangan para punggawa di kampus
perjuangan, Universitas Brawijaya. Masjid gagah yang dahulu kala menjadi pusat
ibadah umat islam di Universitas Brawijaya, masjid yang menjadi pusat aktivitas
kajian keislaman, masjid yang dinamakan Masjid Raden Patah.
Masjid Raden Patah didirikan oleh mantan presiden Republik Indonesia, yaitu
Bapak Soeharto. Delapan tahun berselang, kini masjid yang dulu ramai syiar Islam
dan para aktivis dakwah kampus itu telah bersalin rupa. Arsitektur khas masjid
dengan atap yang bertumpang tiga, telah berganti menjadi gedung sebuah fakultas
di Universitas Brawijaya. Menurut pembicaraan para mahasiswa, Masjid Raden
Patah memang sengaja dirubuhkan untuk diganti dengan gedung Fakultas Ekonomi.
Perencanaannya, Masjid Raden Patah akan dipindah lokasikan. Namun apakah yang
terlihat hingga sekarang ini? Pembangunan Masjid Raden Patah yang baru tak
kunjung usai.
Kini masjid yang disebut Masjid Raden Patah hanyalah sebuah bangunan berupa
aula yang tidak memiliki kubah. Bangunan baru yang dijanjikan akan segera
dibangun hingga saat ini belum juga terwujud. Sungguh suatu kejadian yang
miris. Mengapa untuk membangun gedung fakultas yang baru bisa dengan cepat
dilaksanakan tetapi untu membangun ulang tempat ibadah agama tercinta tak
kunjung direalisasikan? Saat ditanyai soal hal tersebut, pihak rektorat hanya
menjawab “Dahulu pelaksana proyek masjidnya kabur, jadi pembangunannya sempat molor.” Alasan logis yang membuat para
aktivis Islam di kampus bersuara “Kenapa gak secepatnya cari orang baru? Cuma
membangun sebuah masjid, bertahun-tahun ga jadi juga.” Dramatis memang yang
telah terjadi mengenai permasalahan ini.
0 komentar :
Posting Komentar