Episode 1
Semua berawal dari keterbatasan. Keterbatasan ruang untuk bertemu. Keterbatasan waktu untuk lebih saling mengenal. Namun dari keterbatasan itulah yang akhirnya menyatukan mereka untuk menjadi tiga tokoh berbeda jalan namun satu tujuan. Mereka adalah Kharis, Mitra dan Ilud. Mereka bersahabat sejak SMA. Entah faktor apa yang membuat mereka selalu bersama saat liburan semesteran saat masih mahasiswa baru atau yang lebih enak disebut ‘maba’ sampai kini mereka sudah lulus kecuali Kharis. Tujuan mereka adalah suatu saat nanti bisa buat negeri ini gak banyak kehilangan khususnya kehilangan keperawanan pada anak bau kencur.
Mereka
memang berkarakter, misalnya si Kharis, si ceking
yang satu ini selalu eksis dalam organisasi dan selalu turut serta dalam acara
sosial apapun. Dia pernah ambruk terus di bawa ke rumah sakit gara-gara nggak
makan karena seriusnya dia ngurusin acara. Ya gara-gara itu juga yang bikin dia
lebih diperhatiin cewek-cewek karena saking takutnya kehilangan sosok vital di
organisasi mereka. Walaupun sering dapat perhatian yang berlebih dari banyak
cewek dia gak punya niat sedikitpun untuk macarin salah satu diantara mereka
karena dia cuek dan katanya nggak mau bikin orang lain tersakiti. Yang kedua
ada si Mitra yang bertolak belakang dengan si Kharis kalo masalah cewek. Dia
selalu ngebet pengen punya pacar dan punya obsesi untuk menjadi terkenal di
setiap perkumpulan yang dia ikuti. Dia lebih suka godain adek kelas daripada
teman satu angkatannya yang mungkin udah pada tahu akal bulusnya kalo deketin
temen lawan jenis. Orang yang satu ini punya kebiasaan baik tapi aneh. Dia selalu
datang awal sendiri dibandingkan dengan yang lain, anehnya dia jarang sekali
masuk ke kelasnya sendiri melainkan masuk ke toilet hingga sekolah terlihat
rame. Entah apa yang dilakukannya di toilet namun tiap hari selalu ada aja
coretan dinding baru yang bertuliskan puisi ataupun syair cinta yang lugu dari
hati anak SMA semacam dia. Dan yang terakhir ini yang paling aneh, si cuek
cenderung apatis Ilud yang selalu bikin ngakak semua orang dengan gaya bicara
datar disertai raut muka yang datar pula. Dia gak suka ikut organisasi kalo
kagak diajak Kharis dan Mitra. Hobinya hanya baca komik dan nonton film drama
ya walaupun terkadang pernah kepergok nonton bokep juga. Mau dibilang apalagi
sulit deskripsiinnya soalnya emang orangnya standar-standar aja. Namun dari
kesederhanaannya dia selalu tajam ketika diajak debat apalagi debat benar atau
nggaknya adegan drama yang sering dia tonton. Aneh memang melihat kondisi
mereka bertiga, namun mereka bertekad untuk menjadikan perbedaan itu menjadi
jalan untuk meraih mimpi masing-masing dan saling suport.
Mungkin
tadi hanya sekilas gambaran karakter trio konyol ini. Dan pernah teringat di
memoriku ketika suatu hari si Mitra berada di sebuah debat calon ketua Palang
Merah Remaja atau PMR. Dia yang menunggu kedatangan dua sahabat spesialnya meraung-raung layaknya anak singa kelaparan.
Entah kenapa dia menunggu kedatangan dua orang konyol lainnya. Mungkin keduanya
dijadikan sebagai cheerleader ataupun
karena dia udah pesen makanan sama kedua orang konyol lainnya. Sesi debatpun
dimulai, Mitra tak peduli dengan kedatangan sahabatnya lagi karena yang harus
difokuskan saat ini bagaimana menarik perhatian dewan pembina dalam pengutaraan
kata-kata manisnya untuk jadi ketua di organisasi itu.
Sang dewan melontarkan
pertanyaan kepada dia, “Jika suatu hari ditemukan 3 orang dalam banjir yaitu
anak-anak, ibu hamil dan kakek-kakek manakah yang anda selamat terlebih dahulu
jika saat itu belum ada bantuan perahu ataupun sejenisnya?”.
Dengan polosnya anak
yang berjenggot lebat ini menjawab “Mending nyelametin ibu-ibu hamil aja, kita
ajak dia berenang ke tepian sambil naruh anak-anak itu di atas perutnya yang
mirip pelampung itu. Kalo masalah kakek itu ya biarin dia berenang sendiri,
masak udah tua kagak bisa berenang. Nyesel dah tuh kakek diakhir hidupnya masih
belum bisa renang juga.”
Dengan girangnya semua
hadirin tertawa sambil bertepuk tangan seakan-akan mendapat tontonan lenong
gratis. Saat acara mau berakhir barulah anggota konyol yang lain dateng. Dengan
entengnya Kharis bertanya tentang hasil debat ini.
Emang dasar tak tahu
Mitra langsung mengambil mic dan menjawab pertanyaan Kharis “ini adalah
pertanyaan hebat saudara Kharis. Sampai saya memberanikan diri seperti ini saya
masih belum bisa menjawab pertanyaan anda. Saya akan langsung menanyakan ini ke
para dewan pembina saja. Bagaimana hasil debat pemilihan ketua ini?. Pasti anda
juga belum bisa menjawab karena memang kurang satu kandidat lagi untuk
mendapatkan jatah pertanyaan dari beliau semua. Jadi biar waktu yang akan
menjawab pertanyaan anda saudara Kharis.”
Sekali lagi hadirin
disuguhi lawakan gratis dengan tingkah anak aneh walaupun sebelumnya hadirin sempat
memasang wajah bingung. Dengan malunya Kharis langsung keluar dari ruangan dan
berteriak “Sialan lo tra”. Ilud yang ikut malu dengan tingkah temannya itu juga turut meninggalkan ruangan
dan pamit ke Mitra. Dan akhirnya Mitra pun hanya menyabet jabatan Wakil Ketua
karena slengekannya itu.
Tidak
hanya segitu tingkah keanehan mereka, pernah suatu hari saat Perayaan Hari
Proklamasi negeri ini mereka bikin onar saat Upacara pengibaran bendera. Mereka
bertiga memang beda kelas namun selalu bergabung dalam satu barisan saat
upacara bendera. Mereka berfikir tidak mungkinlah guru-guru yang udah pada tua
itu menghafal muridnya yang total 800an itu dari kelas satu sampai tiga. Saat
ritual pengebaran bendera mereka tidak melakukan penghormatan kepada bendera
yang kata sang pengibarnya itu pusaka. Sampai lagu Indonesia Raya hampir
selesai mereka tidak hormat melainkan hanya diam dan curi-curi pandang ke
cewek-cewek. Karena polahnya itu sang guru memergokinya dan langsung menyuruh
mereka untuk keluar barisan. Mereka akhirnya disidang di hadapan kepala sekolah
dan beberapa guru Tata tertib.
Pak Bambang selaku kepala sekolah yang marah dengan
ulah mereka bertanya “Saya sebenarnya bangga punya murid sepintar kalian namun
saya kecewa dengan tingkah anda yang tidak punya nasionalisme kepada negeri
ini. Apa alasan kalian tidak memberikan hormat kepada Bendera Pusaka Merah
Putih tadi saat pengibaran?”.
Mereka sempat terdiam dan berfikir untuk
menjawabnya walaupun aksi ini sudah mereka rencanakan dari rumah.
Si Kharis pun
menjawabnya “kalo bapak pengen ngerti jawabannya tolong panggilkan bapak Giri
kesini. Mungkin dengan datangnya beliau kesini bisa menjawab pertanyaan bapak.”
Pak Bambang yang geram
pu menuruti permintaan mereka dan selang beberapa menit datanglah pak Giri.
“ada apa bapak saya dipanggil disini? Apakah bapak mencurigai bahwa sayalah
yang mengajari mereka untuk melakukan ulah tersebut?” kata pak Giri dengan
tunduk kepada Bambang yang berkumis tebal layaknya pak Raden.
Pak Bambang belum
sempat menjawab omongan pak Giri, Mitra langsung saja menyahutnya “udahlah pak.
Gak usah sok tunduk gitu donk. Kan bapak sendiri yang ngajarin kita kalo di
Islam tidak ada unsur senioritas dan kita Cuma boleh hormat dan patuh pada
orang yang lebih dari kita, sedangkan bapak dengan pak Bambang kan lebih tuaan
bapak.”
Perkataan dari bocah
tengil itu membuat si kepala sekolah yang punya perut buncit semakin
menjadi-jadi. “Apa-apaan kalian. Semakin ngawur saja ucapan kalian. Jaga etika
kalian!” sanggah pak Bambang dengan wajah laksana Rahwana yang penuh berahi
untuk mendapatkan Sinta.
“Begini deh bapak
langsung saja ke persoalan awal kita. Gak usah marah-marah juga. Ntar bapak
malah nambah lagi tensi darahnya. Kita-kita juga kan yang repot kalo bapak
sakit. Bapak pengen tahu kan kenapa kita nggak hormat ke bendera?” ujar Mitra
dengan santai.
“Ya” kata Pak Bambang.
“Begini pak kita nggak
hormat ke bendera karena pak Giri juga nggak hormat ke bendera. Gak fair donk
kalo bapak dari tadi marahnya Cuma ke kita-kita aja. Mumpung yang jadi panutan
kita ada,silahkan bapak memarahinya. Kita ikhlas dan ridho seratus persen kok.”
ujar Mitra yang seolah-olah jadi pengacara dalam kasus ini.
“Benarkah yang
diucapkan oleh anak ini pak Giri?” tanya Pak Bambang kepada pak Giri yang mulai
berfikir.
“Benar pak sebab
menurut hadist yang saya pahami pun demikian. Memberikan hormat kepada bendera
merupakan kegiatan Syirik” jawab Giri dengan bertele-tele.
“Ooo.. Lantas itu yang
menjadikan kalian melakukan hal ini?” jawab Bambang yang mulai reda emosinya.
“Iya pak. Kalo soal
masalah nasionalisme atau tidak kami sedikit tersinggung. Walaupun kami tidak
ikut mengusir penjajah dari negeri ini. Tapi kami tetap memiliki jiwa
nasionalisme walaupun hanya sekadar mendukung Tim Nasional saat berlaga. Dan
setidaknya tidak menjadikan laga bola timnas jadi bahan taruhan seperti bapak.
Begitulah informasi yang kami dengar dari tetangga bapak” jawab Ilud.
“Astaghfirullah, benarkah itu bapak?” saut pak
Giri.
“Emmmm... Be. Be..
Benar pak Giri. Saya minta maaf deh pak Giri” jawab Bambang yang mulai lesu.
“Jangan meminta maaf
kepada saya pak. Minta maaflah kepada Allah SWT, karena bapak telah kuffur
nikmat atas rezeki yang bapak dapatkan.” celoteh Sugiri.
“Udah pak nggak usah
banyak ceramah. Kita udah bosan dengan ceramah bapak. Kami pamit saja.” sahut
Kharis.
Mereka akhirnya lari tunggang langgang penuh
dengan kegirangan dan berteriak. “MAAFIN BAMBANG YA ALLAH”. Mereka memang
sering buat ulah di luar nalar orang pada umumnya
wkwkwkwkw,,pengalaman pribadi ni kyagnya,,,
BalasHapusRanchodas Chanchad
BalasHapusya begitulah..
BalasHapusPhungsuk Wangdu
Wenaaaak 😂
BalasHapus