Jumat, 04 Oktober 2013

3 Arah 2 Jalan 1 Tujuan


Episode 1



Semua berawal dari keterbatasan. Keterbatasan ruang untuk bertemu. Keterbatasan waktu untuk lebih saling mengenal. Namun dari keterbatasan itulah yang akhirnya menyatukan mereka untuk menjadi tiga tokoh berbeda jalan namun satu tujuan. Mereka adalah Kharis, Mitra dan Ilud. Mereka bersahabat sejak SMA. Entah faktor apa yang membuat mereka selalu bersama saat liburan semesteran saat masih mahasiswa baru atau yang lebih enak disebut ‘maba’ sampai kini mereka sudah lulus kecuali Kharis. Tujuan mereka adalah suatu saat nanti bisa buat negeri ini gak banyak kehilangan khususnya kehilangan keperawanan pada anak bau kencur.
          Mereka memang berkarakter, misalnya si Kharis, si ceking yang satu ini selalu eksis dalam organisasi dan selalu turut serta dalam acara sosial apapun. Dia pernah ambruk terus di bawa ke rumah sakit gara-gara nggak makan karena seriusnya dia ngurusin acara. Ya gara-gara itu juga yang bikin dia lebih diperhatiin cewek-cewek karena saking takutnya kehilangan sosok vital di organisasi mereka. Walaupun sering dapat perhatian yang berlebih dari banyak cewek dia gak punya niat sedikitpun untuk macarin salah satu diantara mereka karena dia cuek dan katanya nggak mau bikin orang lain tersakiti. Yang kedua ada si Mitra yang bertolak belakang dengan si Kharis kalo masalah cewek. Dia selalu ngebet pengen punya pacar dan punya obsesi untuk menjadi terkenal di setiap perkumpulan yang dia ikuti. Dia lebih suka godain adek kelas daripada teman satu angkatannya yang mungkin udah pada tahu akal bulusnya kalo deketin temen lawan jenis. Orang yang satu ini punya kebiasaan baik tapi aneh. Dia selalu datang awal sendiri dibandingkan dengan yang lain, anehnya dia jarang sekali masuk ke kelasnya sendiri melainkan masuk ke toilet hingga sekolah terlihat rame. Entah apa yang dilakukannya di toilet namun tiap hari selalu ada aja coretan dinding baru yang bertuliskan puisi ataupun syair cinta yang lugu dari hati anak SMA semacam dia. Dan yang terakhir ini yang paling aneh, si cuek cenderung apatis Ilud yang selalu bikin ngakak semua orang dengan gaya bicara datar disertai raut muka yang datar pula. Dia gak suka ikut organisasi kalo kagak diajak Kharis dan Mitra. Hobinya hanya baca komik dan nonton film drama ya walaupun terkadang pernah kepergok nonton bokep juga. Mau dibilang apalagi sulit deskripsiinnya soalnya emang orangnya standar-standar aja. Namun dari kesederhanaannya dia selalu tajam ketika diajak debat apalagi debat benar atau nggaknya adegan drama yang sering dia tonton. Aneh memang melihat kondisi mereka bertiga, namun mereka bertekad untuk menjadikan perbedaan itu menjadi jalan untuk meraih mimpi masing-masing dan saling suport.
          Mungkin tadi hanya sekilas gambaran karakter trio konyol ini. Dan pernah teringat di memoriku ketika suatu hari si Mitra berada di sebuah debat calon ketua Palang Merah Remaja atau PMR. Dia yang menunggu kedatangan dua sahabat spesialnya  meraung-raung layaknya anak singa kelaparan. Entah kenapa dia menunggu kedatangan dua orang konyol lainnya. Mungkin keduanya dijadikan sebagai cheerleader ataupun karena dia udah pesen makanan sama kedua orang konyol lainnya. Sesi debatpun dimulai, Mitra tak peduli dengan kedatangan sahabatnya lagi karena yang harus difokuskan saat ini bagaimana menarik perhatian dewan pembina dalam pengutaraan kata-kata manisnya untuk jadi ketua di organisasi itu.
Sang dewan melontarkan pertanyaan kepada dia, “Jika suatu hari ditemukan 3 orang dalam banjir yaitu anak-anak, ibu hamil dan kakek-kakek manakah yang anda selamat terlebih dahulu jika saat itu belum ada bantuan perahu ataupun sejenisnya?”.
Dengan polosnya anak yang berjenggot lebat ini menjawab “Mending nyelametin ibu-ibu hamil aja, kita ajak dia berenang ke tepian sambil naruh anak-anak itu di atas perutnya yang mirip pelampung itu. Kalo masalah kakek itu ya biarin dia berenang sendiri, masak udah tua kagak bisa berenang. Nyesel dah tuh kakek diakhir hidupnya masih belum bisa renang juga.”
Dengan girangnya semua hadirin tertawa sambil bertepuk tangan seakan-akan mendapat tontonan lenong gratis. Saat acara mau berakhir barulah anggota konyol yang lain dateng. Dengan entengnya Kharis bertanya tentang hasil debat ini.
Emang dasar tak tahu Mitra langsung mengambil mic dan menjawab pertanyaan Kharis “ini adalah pertanyaan hebat saudara Kharis. Sampai saya memberanikan diri seperti ini saya masih belum bisa menjawab pertanyaan anda. Saya akan langsung menanyakan ini ke para dewan pembina saja. Bagaimana hasil debat pemilihan ketua ini?. Pasti anda juga belum bisa menjawab karena memang kurang satu kandidat lagi untuk mendapatkan jatah pertanyaan dari beliau semua. Jadi biar waktu yang akan menjawab pertanyaan anda saudara Kharis.”
Sekali lagi hadirin disuguhi lawakan gratis dengan tingkah anak aneh walaupun sebelumnya hadirin sempat memasang wajah bingung. Dengan malunya Kharis langsung keluar dari ruangan dan berteriak “Sialan lo tra”. Ilud yang ikut malu dengan tingkah  temannya itu juga turut meninggalkan ruangan dan pamit ke Mitra. Dan akhirnya Mitra pun hanya menyabet jabatan Wakil Ketua karena slengekannya itu.
          Tidak hanya segitu tingkah keanehan mereka, pernah suatu hari saat Perayaan Hari Proklamasi negeri ini mereka bikin onar saat Upacara pengibaran bendera. Mereka bertiga memang beda kelas namun selalu bergabung dalam satu barisan saat upacara bendera. Mereka berfikir tidak mungkinlah guru-guru yang udah pada tua itu menghafal muridnya yang total 800an itu dari kelas satu sampai tiga. Saat ritual pengebaran bendera mereka tidak melakukan penghormatan kepada bendera yang kata sang pengibarnya itu pusaka. Sampai lagu Indonesia Raya hampir selesai mereka tidak hormat melainkan hanya diam dan curi-curi pandang ke cewek-cewek. Karena polahnya itu sang guru memergokinya dan langsung menyuruh mereka untuk keluar barisan. Mereka akhirnya disidang di hadapan kepala sekolah dan beberapa guru Tata tertib.
Pak Bambang selaku kepala sekolah yang marah dengan ulah mereka bertanya “Saya sebenarnya bangga punya murid sepintar kalian namun saya kecewa dengan tingkah anda yang tidak punya nasionalisme kepada negeri ini. Apa alasan kalian tidak memberikan hormat kepada Bendera Pusaka Merah Putih tadi saat pengibaran?”.
Mereka sempat terdiam dan berfikir untuk menjawabnya walaupun aksi ini sudah mereka rencanakan dari rumah.
Si Kharis pun menjawabnya “kalo bapak pengen ngerti jawabannya tolong panggilkan bapak Giri kesini. Mungkin dengan datangnya beliau kesini bisa menjawab pertanyaan bapak.”
Pak Bambang yang geram pu menuruti permintaan mereka dan selang beberapa menit datanglah pak Giri. “ada apa bapak saya dipanggil disini? Apakah bapak mencurigai bahwa sayalah yang mengajari mereka untuk melakukan ulah tersebut?” kata pak Giri dengan tunduk kepada Bambang yang berkumis tebal layaknya pak Raden.
Pak Bambang belum sempat menjawab omongan pak Giri, Mitra langsung saja menyahutnya “udahlah pak. Gak usah sok tunduk gitu donk. Kan bapak sendiri yang ngajarin kita kalo di Islam tidak ada unsur senioritas dan kita Cuma boleh hormat dan patuh pada orang yang lebih dari kita, sedangkan bapak dengan pak Bambang kan lebih tuaan bapak.”
Perkataan dari bocah tengil itu membuat si kepala sekolah yang punya perut buncit semakin menjadi-jadi. “Apa-apaan kalian. Semakin ngawur saja ucapan kalian. Jaga etika kalian!” sanggah pak Bambang dengan wajah laksana Rahwana yang penuh berahi untuk mendapatkan Sinta.
“Begini deh bapak langsung saja ke persoalan awal kita. Gak usah marah-marah juga. Ntar bapak malah nambah lagi tensi darahnya. Kita-kita juga kan yang repot kalo bapak sakit. Bapak pengen tahu kan kenapa kita nggak hormat ke bendera?” ujar Mitra dengan santai.
“Ya” kata Pak Bambang.
“Begini pak kita nggak hormat ke bendera karena pak Giri juga nggak hormat ke bendera. Gak fair donk kalo bapak dari tadi marahnya Cuma ke kita-kita aja. Mumpung yang jadi panutan kita ada,silahkan bapak memarahinya. Kita ikhlas dan ridho seratus persen kok.” ujar Mitra yang seolah-olah jadi pengacara dalam kasus ini.
“Benarkah yang diucapkan oleh anak ini pak Giri?” tanya Pak Bambang kepada pak Giri yang mulai berfikir.
“Benar pak sebab menurut hadist yang saya pahami pun demikian. Memberikan hormat kepada bendera merupakan kegiatan Syirik” jawab Giri dengan bertele-tele.
“Ooo.. Lantas itu yang menjadikan kalian melakukan hal ini?” jawab Bambang yang mulai reda emosinya.
“Iya pak. Kalo soal masalah nasionalisme atau tidak kami sedikit tersinggung. Walaupun kami tidak ikut mengusir penjajah dari negeri ini. Tapi kami tetap memiliki jiwa nasionalisme walaupun hanya sekadar mendukung Tim Nasional saat berlaga. Dan setidaknya tidak menjadikan laga bola timnas jadi bahan taruhan seperti bapak. Begitulah informasi yang kami dengar dari tetangga bapak” jawab Ilud.
 “Astaghfirullah, benarkah itu bapak?” saut pak Giri.
“Emmmm... Be. Be.. Benar pak Giri. Saya minta maaf deh pak Giri” jawab Bambang yang mulai lesu.
“Jangan meminta maaf kepada saya pak. Minta maaflah kepada Allah SWT, karena bapak telah kuffur nikmat atas rezeki yang bapak dapatkan.” celoteh Sugiri.
“Udah pak nggak usah banyak ceramah. Kita udah bosan dengan ceramah bapak. Kami pamit saja.” sahut Kharis.
 Mereka akhirnya lari tunggang langgang penuh dengan kegirangan dan berteriak. “MAAFIN BAMBANG YA ALLAH”. Mereka memang sering buat ulah di luar nalar orang pada umumnya


4 komentar :