SEMANGAT ITU MASIH ADA SAMPAI UJUNG SENJA

Tetaplah berjuang sampai ujung senja. Jadikanlah batas kesabaran itu hingga Allah ridho pada diri. Semangatlah apa pun yang terjadi karena hakikatnya meskipun diri tak mau semangat, sesuatu apa pun itu akan tetap terjadi jua.

Sebaik-baiknya teman adalah yang menunjukkan kepada kebaikan.

Teman merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan ini. Tanpa kehadiran teman kita bukanlah apa-apa, dan bukan siapa-siapa. Dalam cakupan yang luas, teman juga bisa diartikan sebagai orang yang menemani kebersamaan dan membantu kita, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Mendapatkan Ketenangan Hati Dalam Menghadapi Masalah Hidup

Setiap manusia tidak ada yang tidak mempunyai masalah hidup, terlepas dari segala aspek status maupun derajatnya. Terkadang masalah tersebut bisa membuat kita menjadi stres atau bahkan akhirnya menjadi sakit, namun jika kita pandai untuk mengelolanya dengan baik masalah tersebut justru bisa menjadi sesuatu pelajaran yang sangat berguna untuk kita.

Rasa gembira merupakan kesan positif kejiwaan yang muncul di berbagai keadaan.

Menghapus rasa duka dan menciptakan keceriaan merupkan hal yang cukup baik untuk diri sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Karena rasa duka dan ceria tidak hanya terbatas pada pribadi manusia. Keceriaan dan kesedihan seorang manusia boleh berpengaruh juga terhadap orang lain. Oleh kerana itu, kesedihan ataupun keceriaan seseroang berpengaruh juga bagi orang lain di sekitarnya.

Atasi rasa lelah

Jangan kalah sama rasa lelah. Ketika kita terjangkiti rasa lelah, hanya ada dua pilihan, berhenti atau meneruskan. Tapi ketahuilah, bahwa berhenti karena lelah itu adalah simbol dari kekalahan, menyerah dan putus asa, yang merupakan bagian dari kekufuran.

Rabu, 31 Juli 2013

Negarawan Home – Away

Karya : Eri Doni

Indonesia. Siapa yang tak kenal Indonesia? Negara dengan potensi sumber daya yang melimpah, negara dengan warisan budaya yang luar biasa, negara yang diibaratkan Multatuli sebagai Zamrud Khatulistiwa. Belum lagi orang-orangnya. Seluruh dunia kagum dengan keramahan rakyat Indonesia, kagum dengan demokrasinya, toleransinya, dan kagum dengan kemampuannya. Coba, siapa yang mengatakan bahwa Bapak B.J. Habibie bodoh? Siapa yang berpendapat Basuki Abdullah atau Affandi adalah seniman kacangan? Atau, siapa sih yang tidak kenal dengan Presiden Sukarno –presiden dari negara yang baru lahir, yang berani untuk tidak bergabung dengan salah satu blok negara adikuasa pada era Perang Dingin? Tentu saja, jawabannya tidak. Tidak ada yang tidak mengenal Indonesia, pun tidak ada yang meremehkan Indonesia dengan potensi sumberdayanya, dan kredibilitas orang-orangnya.
Orang Indonesia sendiripun tahu, seberapa besar harga dari negara ini. Tapi yang menjadi pertanyaan di sini adalah “lalu kapan Indonesia menjadi negara besar?”. Ya, bukankah Indonesia memiliki laut yang luas yang berpotensi dalam berbagai bidang, mulai perikanan, pariwisata, hingga pertambangan. Daerah-daerah pedalaman Indonesia yang belum dieksplorasi juga masih luas, masih menyisakan potensi besar untuk bidang industri, pertanian, perkebunan dan (lagi-lagi) pariwisata. Selain itu, masih ada lahan-lahan di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan. Tapi mengapa Indonesia masih tetap seperti saat ini?
            Oh iya, potensi! Masih dikatakan potensi, yakni suatu kata yang menyatakan kemampuan tersembunyi yang belum dimanfaatkan. Yang dimiliki Indonesia masih berupa potensi, belum bahan nyata yang digunakan untuk pembangunan. Lalu yang dibutuhkan untuk mengubah potensi itu menjadi bahan nyata adalah manusia, Sumber Daya Manusia.
Seperti yang telah disebutkan di awal, orang-orang Indonesia memiliki kredibilitas yang tinggi, memiliki kemampuan yang sebenarnya sudah bisa disejajarkan dengan orang-orang di negara maju. Lihat saja anak-anak SMA di dalam olimpiade sains internasional, atau seniman-seniman yang sudah melanglangbuana ke mancanegara,, dan orang-orang Indonesia lain yang “kerja”-nya bukan lagi standar lokal, tapi internasional mulai di bidang kesehatan, politik, ekonomi, hingga militer. Dengan kata lain, SDM yang dimiliki Indonesia sebenarnya sudah cukup mumpuni untuk mengubah potensi yang ada menjadi elemen pembangunan, dan selanjutnya mampu membangun Indonesia hingga menjadi negara yang besar. Namun lagi-lagi, teori seperti itu tidak disesuaikan dengan kenyataan. Indonesia masih saja menjadi negara berkembang, yang digerogoti korupsi, yang dibayangi terorisme, yang dirongrong kekuatan dari luar, yang dihinggapi kecemburuan sosial, dan masih bangga dengan segala potensi yang ada.
Oleh karena itu, yang dibutuhkan Indonesia bukan sekadar SDM berkualitas yang mampu mengubah potensi menjadi elemen pembangunan saja, akan tetapi lebih daripada itu. Yang dibutuhkan Indonesia adalah SDM unggul yang mampu dan mau memberdayakan potensi untuk kemajuan Indonesia, tanpa ada tambahan kepentingan pribadi atau kelompok. Dan kemauan seperti inilah yang dimiliki oleh seorang negarawan, yakni seseorang yang bertindak demi negaranya atas dasar kecintaan pada tanah airnya, tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Cinta Tanah Air dari Seorang Negarawan

TANAH AIR

--- Kumbokarno ---
Akulah ksatria Pangleburgangsa
Satu wilayah kerajaan di Alengka
Di bawah kekuasaan Prabu Dasamuka
Abangku, raja berilmu Pancasana
Meskipun wujudku gandarwa
Kutrima wujud, kupunya budi
Dan setiap cobaan hidup
sedumuk bathuk sanyari bumi"
Berhadapan dengan Prabu Rama
Sarta barisan riwanda
Tapi bukan kerna Sinta
Sepi tan pamrih aku berjaga
-Right or wrong my country-
            Inilah syair karya Linus Suryadi, yang menceritakan tentang seorang tokoh wayang bernama Kumbokarno. Menurut epos Mahabarata, Kumbokarno adalah adik dari Prabu Dasamuka atau yang lebih dikenal sebagai Rahwana, raja para raksasa yang menculik Dewi Sinta, istri Prabu Rama hingga menimbulkan perang besar (Mahabarata). Diceritakan bahwa Kumbokarno adalah sosok raksasa yang berbeda dengan saudara-saudaranya. Tubuhnya memang besar, sebesar porsi makannya. Tapi ia juga memiliki jiwa yang begitu besar. Tidak seperti saudaranya yang suka membuat kerusakan, ia lebih senang bertapa, mengasingkan diri, berserah diri pada Tuhannya. Ketika ia diminta untuk membela kakaknya (Prabu Rahwana), ia menolak dan justru menyalahkan saudaranya yang telah menyulut peperangan.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk membujuknya, tapi tidak ada yang berhasil. Pada akhirnya ia sadar bahwa ia harus terjun ke medan perang. Bukan untuk membela kakaknya yang memang tidak pantas unuk dibela. Juga bukan karena ia ingin mengalahkan Prabu Rama yang memang tidak seharusnya dilawan. Ia ikut berperang semata-mata untuk mempertahankan tanah airnya. Ia tidak ingin negaranya diserang, apapun alasannya. Ia tidak memaafkan segala bentuk penjajahan. Demi tanah airnya, iapun rela mati di tengah medan perang. Bahkan sebelum meninggal ia sempat meminta maaf pada Prabu Rama, dan Prabu Ramapun memberkatinya. Endingnya? Karena rasa cintanya pada tanah air, hingga ia rela mengorbankan apa pun termasuk nyawanya sendiri untuk membela dan mempertahankan negaranya, ia pun memperoleh kedudukan tinggi dalam kehidupan setelah kematian.

Sungguh sebuah kisah paradoks dimana sosok raksasa, yang digambarkan sebagai bentuk kejahatan, memperoleh kedudukan mulia karena pengorbanannya dalam mewujudkan rasa cinta tanah airnya. Itulah salah satu dari sekian banyak kisah fiksi tentang sesorang yang berkorban demi negaranya. Ya, memang itu hanya kisah karangan belaka, namun tidakkah bisa kita ambil pelajaran? Dan jika ada yang berpendapat bahwa pengorbanan seperti itu hanya ada dalam dongen, lalu bagaimana dengan Sukarno, Hatta, Sudirman, atau pahlawan nasional lainnya? Atau baca kembali biografi Umar bin Abdul Aziz atau Sholahuddin al Ayubi. Keduanya adalah pemimpin besar, yang meninggal tanpa mewariskan harta. Masih kurangkah contoh seorang negarawan yang mau berjuang demi negaranya?

Baiklah, memang tak mudah memunculkan rasa cinta tanah air, tapi bukan berarti tidak bisa. Artinya harus ada usaha untuk menanamkannya. Sebab apalah arti SDM dengan potensi cukup besar untuk membawa perubahan yang dimiliki sebuah negara jika SDM itu sendiri tidak memiliki rasa cinta pada negaranya. Hal tersebut hanya akan memunculkan sikap apatis, egois, dan pandangan bahwa hal yang bermanfaat adalah sesuatu yang memberi keuntungan pada dirinya. Singkatnya, ketika ia memiliki kemampuan yang memiliki potensi untuk membawa perubahan namun tidak mendapat perhatian atau keuntungan dari negaranya, ia akan pergi mencari negara lain yang mampu memberinya keuntungan atas kemampuan yang ia miliki. Dengan kata lain, SDM tanpa rasa cinta tanah air itu tak akan sungkan untuk menjual kemampuannya ke negara lain, yang penting ia mendapatkan keuntungan. Prinsipnya, my skill is mine, and I must get profit from it  wherever the coming of the profit.

Sebaliknya, rasa cinta tanah air akan memunculkan sikap bertanggung jawab, rasa memiliki, keinginan untuk melindungi, kesediaan untuk membantu sesama, serta keikhalasan dalam bertindak. Karakter SDM seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh sebuah negara, terutama Indonesia. SDM yang memiliki kemampuan besar dengan disertai rasa cinta tanah air dalam dirinya merupakan aset penting dalam pembangunan yang berkelanjuatan. Sebab rasa cinta tanah air tersebut akan mendorongnya untuk berusaha agar bukan hanya ia berjuang dan bermanfaat. Ia akan mengajak orang lain, memberdayakan dan mendorong mereka untuk ikut serta dalam upaya pengabdian diri pada negara, pada tanah air. Bahkan ketika ia tidak memiliki kemampuan besar, ia akan tetap berusaha mendayagunakan diri dan ikut andil dalam setiap perkembangan kemajuan.

Jadi, rasa cinta tanah air ini akan membentuk SDM menjadi seorang negarawan yang berjuang dan berusaha untuk negaranya dengan segala yang ia miliki, serta memberinya kesadaran bahwa bertindak bersama akan memberi perubahan yang nyata terhadap hasil yang didapat. Lalu, tentu saja imbalan atau keuntungan yang didapat akan menjadi nomor kesekian ribu dalam perhitungannya. Prinsipnya, “Don’t ask what you get, but ask what you give”.

Akan tetapi, rasa cinta tanah air maupun kekuatan prinsip itu hanya sebuah konsep belaka jika tidak dibuktikan. Pembuktiannya cukup mudah, yakni, seperti yang pernah diucapkan Presiden Sukarno, berpikir, bertindak, baru berbicara.

Thinking Globally, Acting Locally, Speaking Honestly
            Masih ingat lirik lagu perjuangan yang berjudul Tanah Air? Baiklah, mari bersenandung sejenak lagi.

Tanah air ku tidak kulupakan, ‘Kan terkenang selama hidupku

Biarpun saya pergi jauh, Tidak ‘kan hilang dari kalbu

Tanah ku yang kucintai, Engkau kuhargai
Biarpun banyak negeri kujalani, Yang mahsyur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku, di sanalah ku m’rasa senang
Tanah ku tak kulupakan, engkau kubanggakan
            Ya, lagu itu bercerita tentang keyakinan pada tanah air meskipun diri telah banyak bepergian ke luar negeri. Artinya, dimanapun berada, identitas bangsa dan negara tidak akan dihilangkan.

Seorang SDM dengan potensi besar tentu tidak bisa dibiarkan diam dalam tempatnya. Ia haruslah bergerak, mencari ilmu, menggali pengalaman, merasakan garam kehidupan, yang kemudian akan ia dedikasikan kepada negerinya ketika sudah pada waktunya nanti. Istilahnya, biarkan ia merantau, merasakan sari pati hidup, dan menjawab ujian dari rasa cinta pada tanah airnya. Karena pada saat itu (merantau) segala kemungkinan akan terjadi, baik kemungkinan baik ataupun buruk. Kenyataan hidup akan terlihat jelas, yang biasanya sangat berbeda dengan prinsip-prinsip atau teori-teori yang ada. Jadi pada saat itulah kekuatan cinta tanah air akan diuji, apakah seorang SDM akan tetap memegang prinsipnya, atau menyerah pada kenyataan.

Istilah merantau dalam hal ini bukan secara harfiah atau dalam arti harus bepergian ke luar negeri atau berpetualang keliling dunia. Bukan seperti itu. Sebab yang lebih penting sebenarnya adalah pengembangan pemikiran. Menggali ilmu sedalam-dalamnya, mengasah ketajaman berpikir, mempelajari bentuk-bentuk kehidupan dunia. Hingga akhirnya membentuk pola berpikir yang luas dan jauh ke depan, pola pemikiran yang modern dan berkembang. Istilahnya, Thinking Globally.
Akan tetapi dalam eksekusinya, tindakan yang mencerminkan cinta tanah air-lah yang diambilnya. Seperti apa? Ya, bersikap tenggang rasa dan penuh toleransi, bertanggung jawab dalam setiap tindakannya, mengutamakan kebersamaan dan kerja sama, tetap menjaga dan melestarikan adat budaya, dan selera tetap bercita rasa tanah air. Jadi, meskipun memiliki pengetahuan dan pemikiran yang modern, identitas bangsa dan negara tetaplah dijaga yang terefleksikan pada setiap tindakan yang diambil. Well, Acting Locally beraksi di sini.

Pemikiran maupun tindakan hanya akan menjadi pengalaman yang sekali lewat, atau hanya akan dinikmati diri sendiri ketika tidak diungkapkan. Artinya, kedua hal tersebut perlu dipaparkan kepada umum sebab tentu saja ide pikiran yang sama dari banyak orang akan lebih kuat daripada dari seorang saja. Pengungkapan ini tidak hanya berupa lisan saja, tapi juga bisa berupa tulisan. Sebab inti dari pengungkapan ini adalah bagaimana ide dan tujuan tindakan bisa tersampaikan kepada orang lain, sehingga bisa memberi inspirasi dan pengaruh dalam tindakan mereka. Dan yang menjadi poin penting dalam pengungkapan ini adalah kejujuran. Layaknya sebuah pepatah lama, bahwa “kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana saja”. Begitu juga dengan kejujuran pengungkapan. Jadi Speaking Honestly adalah kunci utama dalam keberhasilan mewujudkan rasa cinta tanah air.
Thinking globally membentuk kerangka berpikir yang luas dan menyeluruh, Acting locally menyatakan pemikiran dalam bentuk tindakan yang tetap memegang nilai-nilai adat budaya, dan Speaking honestly memungkinkan pikiran dan tindakan bukan hanya oleh diri sendiri tapi juga bisa disebarluakan pada orang lain. Ya, sebuah konsep pemberdayaan yang harus dilakukan oleh seorang negarawan, yakni SDM yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk membangun negaranya.

Negarawan Home – Away
Ketika rasa cinta tanah air menjadi dasar dari setiap pemikiran, tindakan, dan ucapan dari SDM yang berpotensi, hal ini akan mempengaruhi orientasi tujuan perbuatannya. Rasa cinta tanah air membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan bisa diandalkan. Artinya, itulah yang harus ditanamkan dalam diri sebelum bertindak lebih jauh. Setelah tertanam, tinggal dipupuk hingga akhirnya rasa cinta tanah air itu tumbuh besar dan menjadi panduan dalam setiap perbuatan.
Lalu setelah rasa cinta tanah air tertanam, saatnya bertindak pada kehidupan nyata di luar segala teori. Dimana, tindakan yang dilakukan adalah untuk dan hanya untuk kemajuan negara. Dan sadar bahwa, kekuatan yang sesungguhnya bukan dari diri sendiri saja, tapi dari banyak orang dengan berbagai mimpinya tapi memiliki visi yang sama. Berjuang demi negara yang dicintai. Karakter SDM seperti itulah yang memiliki potensi besar untuk kemajuan negara.
Well, dari awal selalu dibicarakan SDM yang berpotensi, tapi siapa yang disebut sebagai SDM yang berpotensi itu? Tentu saja pemuda Indonesia. Pemuda Indonesia yang memiliki jiwa negarawan, yang bermetamorfosis menjadi calon penerus bangsa. Negarawan muda yang menang di kandang, dan menjadi bintang di tandang. Negarawan Muda Home – Away.
 
Tentang Penulis
Nama : Eri Doni
Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Facebook : Kang Umar Ali
Twitter :  @kang_umar_ali



NEGARAWAN MUDA

Karya : M. Amik Bahrun Ni'am

Kalau bicara tentang negarawan otak kita pasti terfikir oleh sesosok pemimpin, orang yang mempunyai jiwa patriotisme tinggi pada negrinya, seseorang yang rela berkorban untuk negrinya bukan hanya harta dan fikiran saja tetapi sampai tumpah darahpun mereka rela, seorang negarawan mungkin presiden?? Prajurit TNI?? Atau yang sejenisnya. . .iya benar, mereka semua adalah seorang negarawan yang berjuang untuk kemajuan negri ini, memakmurkan semua masyarakatnya, dan melindungi dari segala ancaman dan ketakutan dari semua hal yang membahayakan. Lebih tepatnya negarawan adalah seorang pemimpin.
Pemimpin perlu ada untuk mengkomando sesuatu agar tidak semrawut, mencapai tujuan yang diinginkan, yang berakhir dengan perdamaian dan kesejahteraan bukan hanya di negri ini, tapi diseluruh dunia. Dari hal tersebut diperlukan seorang pemimpin tentunya yang amanah, bertanngung jawab, berahklak mulia, bijaksana, jujur, dan tentunya dengan sikap religious yang kuat. Teruuss.. .kenapa harus yang muda??tepatnya kenapa harus negarawan muda?? Seorang pemuda mempunyai jiwa revolusioner yang tinggi, pemikiran yang fresh, dan tenaga juga jiwa mobile yang tinggi pula yang mungkin dapat member dampak perubahan yang cepat pada negri kita, banyak sudah buktinya diantaranya penurunan rezim kakek kita soeharto siapa pelakunya?? Benar….para pemuda lah aktoornya dengan segala aksi dan semangatnya, mereka mengumpulkan semua masanya dari seluruh penjuru Indonesia rela bertumpah darah hingga berakhirlah periode ordebaru.
Menengok lebih jauh kebelakang masih tentang pemuda, saat masih zaman perjuangan melawan penjajah pemuda juga yang mendesak soekarno untuk segera memproklamirkan kemerdekaan, mereka berani menculik soekarno kerenggasdengklok yang sekarang kita kenal dengan peristiwa renngas dengklok pada buku sejarah. Coba kita renungkan sejenak, seandainya saat itu para pemuda tidak mendesak soekarno untuk segera membacakan naskah proklamsi mungkin saja antara waktu yang direncanakan oleh soekarno untuk membacakan proklamasi dengan takdir yang dikehendaki oleh allah SWT berbeda, bisa saja para penjajah bertindak lebih cepat dari pada soekarno alhasil sampai sekarang mungkin kita belum bisa merasakan kemerdekaan.
Beberapa hal tersebut adalah bukti keluarbiasaan para pemuda negri ini pada masa lalu. Sekarang kita pandang keadaan yang terjadi pada negri ini pada saat ini, sudahkah terjadi kemakmuran dan keamanan pada negri ini sesuai yang dicitacitakan oleh semua pejuang yang rela menumpahkan darahnya untuk membebaskan negri ini dari penjajah?? Ternyata masih belum.. .masih banyak orang yang tertindas, para koruptor dengan santainya menipu masyarakat dan tanpa rasa bersalah menebar senyum sambil melambaikan tangan sedangkan dia memakai almamater berwarna putih dari KPK yang bertuliskan KORUPTOR, banyak ormas-ormas yang bertindak anarki, main hakim sendiri tanpa memikirkan kerugian yang ditimbulkan. Apa yang terjadi pada negri ini. . . .seperti diujung kehancuran waktu selama 69 tahun setelah kemerdekaan ternyata belum cukup untuk memakmurkan semua masyarakat Indonesa. Iya. . .salah satu sebabnya adalah kita kurang untuk menyatukan langkah menuju kemajuan.
Karakter gotong royong yang di usung negri ini lama kelamaan luntur, semua masyarakatnya menjadi sangat individualis dan konsumtif semua tercermin oleh kelakuan-kelakuan para pemimpin pada negri ini mulai pejabat tingkat RT sampai tingkat nasional. Benar mereka gotong royong dengan baik dan hampir sempurna tapi bukan untuk membangun negri ini melainkan bergotong royong dalam korupsi mereka seperti sudah mati rasa oleh rasa malu, hati nuraninya hilang, memaksa masyarakat untuk membayar pajak tapi pada kenyataanya mereka bersantai-santai dan menikmati uang rakyat demi kepuasan dan kesenangan pribadi. Mereka membunuh karakter masyarakatnya. Bagai mana tidak, mereka melakukan praktik suap saat pemilihan-pemilahan kepala daerah dengan nominal yang tidak seberapa mengajari masyarakat untuk hidup konsumtif, kita sudah bisa membayangkan kalau masyarakat memilih pemimpin saja karena uang yang diberikan bukan karena profil pemimpinya yang bertangung jawab apa yang terjadi pada negri ini? Benar apa yang diucapkan oleh soekarno “ perjuanganku saat ini lebih mudah daripada perjuangan bangsa ini di masa yang akan datang, karena yang aku hadapi adalah perang melawan penjajah sedangkan nanti yang akan dihadapi adalah perang melawan bangsa ini sendiri” (Ir. Soekarno).
Kita perlu seorang revolusioner, seorang negarawan yang jujur, amanah, dan mempunyai ahklak yang baik untuk mengubah negri ini menjadi lebih baik semua orang dilini negri ini harus berjuang secara gereliya yakni selain berusaha untuk memerangi semua kekurangan dalam negri ini juga harus mempersiapkan para pemuda untuk merubah apa yang terjadi pada kerusakan negri ini.
Para pemuda adalah agen perubahan, masa depan suatau Negara ada pada pundak para pemuda jika para pemuda dididik untuk berakhlak mulia maka suatu Negara juga akan berakhlak mulia. Jangan biarkan para pemuda kita rusak moralnya. Negarawan muda, mungkin semua orang mengartikan sebagai para pemimpin muda, yang penuh semangat dan mampu melakukan kerja dengan cepat yang bisa memberikan perubahan secara cepat pula. Indonesia membutuhkan lebih dari sekedar negarawan muda untuk menjadi lebih baik. Negri ini memang perlu seorang pemimpin muda untuk melakukan percepatan tapi bukan hanya sekedar pemimpin muda biasa tapi pemuda yang amanah, bijaksana, bertangung jawab, tentunya dilandasi dengan ilmu agama yang kuat, kenapa ilmu agama?? Karena seseorang yang mempunyai ilmu agama yang kuat lebih tepatnya iman yang kuat insyaalah mampu memerangi semua godaan harta, tahta, dan wanita yang tentunya anti korupsi yang benar-benar merugikan negri kita. Indonesia adalah Negara yang kaya raya kita tau semua itu, namun masyaraktnya yang konsumtif apa-apa impor. Pemuda yang mempunyai pemikiran yang fresh benar-benar diperlukan untuk merubah semua ini harus mampu membangkitkan karakter negri ini.
Namun, munafik rasanya jika kita perlu melakukan perubahan besar-besaran pada setiap lini dengan para pemimpin muda seakan kita tidak memerlukan para pemimpin-pemimpin yang lebih senior. Kita perlu mereka sebagai pengontrol dan penasehat memang benar pemuda penuh dengan semangat, dan jiwa mobile yang tinggi tapi kita tidak boleh lupa bahwa pemuda juga penuh dengan ambisi yang justru bisa menjadikan negri ini kekondisi yang lebih parah. kita memerlukan semangat-semangat para pemuda dan petua yang bijaksana lebih tepatnya para orang tua yang mempunyai jiwa muda untuk bersatu berjalan bersama untuk melakukan revolusi dan mencapai cita-cita negara Indonesia.
Tentang Penulis
Nama : M. Amik Bahrun Ni'am
Studi : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang
Facebook : Amik Al-blitary
Twitter : @amik


 

Selasa, 30 Juli 2013

Bisakah Mereka?

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan penduduk. Dengan lebihdari 200 juta jiwa yang ada di Indonesia, negeri ini menempati peringkat lima besar dunia dalam kepadatan penduduk. Dari sekian banyak penduduk Indonesia, kaum pemuda masih mendominasi dengan 43,04% (sensus penduduk Aceh dan Nias 2005) dibandingkan dengan penduduk berusia lain (orang tua : 27,82%, anak-anak : 29,14%). 
            Dengan banyaknya pemuda tersebut maka banyak pula pelajar di Indonesia ini. Dari sekian banyak pelajar tersebut sering kali Indonesia meraih prestasi di berbagai olimpiade di tingkat internasional. Tidak hanya itu saja prestasi yang diukir oleh kaum akademisi Indonesia, bahkan tenaga pengajar Indonesia sampai dipakai oleh beberapa negara di dunia.
            Dari beberapa prestasi tersebut Indonesia bukannya tanpa sisi negatif yang terus menghantui hingga kini. Mungkin masalah yang paling besar dan paling terjadi berulang kali. Itu semua mungkin terjadi akibat demoralisasi yang dialami bangsa Indonesia. Demoralisasi itulah yang justru mencoreng citra baik nama Indonesia yang katanya ‘batu bisa jadi tanaman’ ini di mata dunia. Demoralisasi juga menular kepada para remaja yang tengah labil jalan pikirannya. Akibatnya mereka harus rela kehilangan cita-cita mereka sendiri.
            Untuk itu diperlukan sosok pemimpin yang memulihkan keadaan, pemimpin yang mengerti cara menyelesaikan permasalahan yang ada, pemimpin yang mampu mengevaluasi setiap masalah yang ada.  Mungkin ini saatnya bagi negarawan muda untuk berkarya di negeri Indonesia Raya ini.
            Mungkin yang dipertanyakan adalah kenapa harus pemuda yang memimpin, kenapa tidak golongan tua yang sudah berpengalaman dalam mengarungi hidup. Hal itu dapat terjawab karena pemuda memiliki semangat yang menggebu-gebu. Pemuda masih memiliki niat untuk belajar. Dari  dua hal itu mungkin negeri ini lebih baik karena memiliki sosok pemimpin yang  bersemangat dan mempunyai niat untuk belajar dalam menghadapi permasalahan di negeri ini.
            Namun menilik berbagai permasalah yang ada saat ini, perlu ditinjau kembali kelayakan pemuda untuk memimpin negeri ini. Misalnya saja remaja kini mulai melupakan nilai dan norma yang ada dalam hidupnya di bangsa Indonesia ini.  Mereka justru membuat sebuah ideologi baru yang bertolak belakang dengan ideologi yang ada. Ideologi itu timbul karena pencampur adukan budaya yang  mereka ikuti dengan budaya tanah air sendiri. Ideologi yang mereka anut bias juga disebut ideologi terbuka yang menginginkan kebebasan tanpa peraturan yang menyusahkan mereka.
            Contoh nyata yang  terjadi adalah pergaulan bebas. Mereka menganggap sifat terbuka jalan atau cara yang terbaik dalam bersosial atau bergaul. Namun itu semua cara yang terlampau batas.  Mereka malah terbuka dalam sembarang hal baik aurat atau penampilan, kepribadian dan hal yang  lebih mendalam lagi. Dengan keterbukaan itu banyak dampak negatif yang menimpa diri mereka. Misalnya kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur kembali terjadi di Kabupaten Kampar. Dari  kebanyakan jenis permasalahan yang serupa mungkin titik tilik yang harus dibenahi adalah moral individu.
            Masalah kehamilan dibawah umur kerap terjadi di Indonesia ini bahkan mencapai 48 dari 1.000 kehamilan (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2012). Semua itu berawal dari sifat yang terlalu mengumbar keterbukaan. Awalnya berawal dari media social ataupun dikenalkan oleh teman, lalu dengan cepat akrab dan merambah dengan cepatnya untuk berpacaran atau jadian. Ketika sudah mengantongi status berpacaran biasanya pada si cowo yang nggak bertanggung jawab dan hanya terpengaruhi oleh hawa nafsu yang kian panas tatkala bertemu dengan si c ewe pujaan hatinya. Berawal dari pegangan tangan, raba-meraba, pelukan, ciuman sampai berakhir pada kehamilan (sumber Stand Up Comedy). Itu semua berawal dari moral yang buruk. Mungkin tidak hanya moral saja yang membuat mereka rusak seperti itu. Dan berikut beberapa faktor yang memengaruhi pemuda Indonesia bertindak negatif :
1.      Faktor internal dalam keluarga
2.      Faktor lingkungan sekitar
3.      Faktor pengaruh pergaulan bebas
4.      Pengaruh budaya luar
5.      Kurangnya penanaman nilai agama
6.      Salahnya system pendidikan
Dari berbagai faktor-faktor tersebut mungkin menjadi salah satu hal yang mendasari semuanya adalah kesadaran. Baik kesadaran terhadap diri sendiri maupun kesadaran terhadap keadaan sekitar. Dan ini menjadi cambuk untuk pemuda yang nantinya akan menjadi penerus bangsa ini. Mampu atau tidakkah mereka mengatasi permasalahan yang kian rancu ini. Itu semua tergantung usaha keras mereka. Untuk menjadi pemimpin memanglah sulit tapi lebih sulit lagi menjadi yang dipimpin.
Inilah saatnya pemuda yang peduli akan kondisi negeri ini atau sering kali dipanggil negarawan muda beraksi. Saatnya mereka menunjukkan tajinya di hiruk pikuk bumi Indonesia. Saatnya mereka mengharumkan nama baik Indonesia. Saatnya  mereka memutar balik cemoohan yang dilontarkan oleh Negara adidaya terhadap Indonesia. Namun dengan sekian banyaknya masalah di negeri apakah mereka mampu mengatasinya. Memang tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, tapi sosok pemuda terbiasa dengan segala yang cepat ataupun instant. Hal itu yang ditakutkan  oleh banyak kalangan di negeri ini. Mereka takut nantinya jikalau Indonesia memiliki pemimpin muda yang mengambil keputusan terlalu cepat. Meskipun cepat baik karena hal yang diatasi telah selesai, tapi apakah pengambilan keputusan itu bersifat menguntungkan atau bahkan merugikan bangsa Indonesia sendiri. Maka dari itu kita bersama-sama membangun negeri ini. Mengobati luka negeri ini yang tak kunjung sembuh. Mengembalikan negeri yang ‘katanya tanah surga’ seperti sedia kala.



Banyak alam yang telah rusak karena tangan nakal para oknum yang tak bertanggung jawab. Mari bersama kita perbaiki kembali. Mari kita junjung nilai persatuan dan kesatuan di negeri seperti yang tersirat ‘Bhineka Tunggal Ika’. Namun apakah negarawan mampu melakukannya? Itu semua masih menjadi pertanyaan. Kalau disuruh merawat alam apa mereka tidak jijik? Pemuda zaman sekarang merasa geli ataupun alergi untuk membersihkan lingkungan sekitar. Sebagian besar dari mereka malah merusak daripada merawat. Dan kalau untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam perbedaan apakah mereka juga mampu? Mana bias seseorang yang merasa tanah kelahirannya ataupun daerah lebih baik daripada yang lain mampu menata negeri dengan baik. Mana mungkin kesombongan itu akan berimbas demi masa depan Indonesia. Itu semua akan terwujud bila benar-benar melakukan tugas mereka sebagai negarawan muda. Bangsa ini tidak butuh mimpi saja, tapi aksi nyata yang dapat menghapus omong kosong belaka. Untuk itu mari bersama bergerak, berpikir, dan bergaya seperti para pejuang yang telah mengusir penjajah dari Indonesia. Mari langkah kan kakimu, gerakkan tanganmu dan bebas pikiranmu. Mari bersama MERAWAT INDONESIA.
\
Daftar Pustaka
Sumber 5

Tentang Penulis
Nama : Haris Saputro
Studi : Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
Facebook : Haris Saputra

Twitter : @hanyaharis