Selasa, 30 Juli 2013

Bisakah Mereka?

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan penduduk. Dengan lebihdari 200 juta jiwa yang ada di Indonesia, negeri ini menempati peringkat lima besar dunia dalam kepadatan penduduk. Dari sekian banyak penduduk Indonesia, kaum pemuda masih mendominasi dengan 43,04% (sensus penduduk Aceh dan Nias 2005) dibandingkan dengan penduduk berusia lain (orang tua : 27,82%, anak-anak : 29,14%). 
            Dengan banyaknya pemuda tersebut maka banyak pula pelajar di Indonesia ini. Dari sekian banyak pelajar tersebut sering kali Indonesia meraih prestasi di berbagai olimpiade di tingkat internasional. Tidak hanya itu saja prestasi yang diukir oleh kaum akademisi Indonesia, bahkan tenaga pengajar Indonesia sampai dipakai oleh beberapa negara di dunia.
            Dari beberapa prestasi tersebut Indonesia bukannya tanpa sisi negatif yang terus menghantui hingga kini. Mungkin masalah yang paling besar dan paling terjadi berulang kali. Itu semua mungkin terjadi akibat demoralisasi yang dialami bangsa Indonesia. Demoralisasi itulah yang justru mencoreng citra baik nama Indonesia yang katanya ‘batu bisa jadi tanaman’ ini di mata dunia. Demoralisasi juga menular kepada para remaja yang tengah labil jalan pikirannya. Akibatnya mereka harus rela kehilangan cita-cita mereka sendiri.
            Untuk itu diperlukan sosok pemimpin yang memulihkan keadaan, pemimpin yang mengerti cara menyelesaikan permasalahan yang ada, pemimpin yang mampu mengevaluasi setiap masalah yang ada.  Mungkin ini saatnya bagi negarawan muda untuk berkarya di negeri Indonesia Raya ini.
            Mungkin yang dipertanyakan adalah kenapa harus pemuda yang memimpin, kenapa tidak golongan tua yang sudah berpengalaman dalam mengarungi hidup. Hal itu dapat terjawab karena pemuda memiliki semangat yang menggebu-gebu. Pemuda masih memiliki niat untuk belajar. Dari  dua hal itu mungkin negeri ini lebih baik karena memiliki sosok pemimpin yang  bersemangat dan mempunyai niat untuk belajar dalam menghadapi permasalahan di negeri ini.
            Namun menilik berbagai permasalah yang ada saat ini, perlu ditinjau kembali kelayakan pemuda untuk memimpin negeri ini. Misalnya saja remaja kini mulai melupakan nilai dan norma yang ada dalam hidupnya di bangsa Indonesia ini.  Mereka justru membuat sebuah ideologi baru yang bertolak belakang dengan ideologi yang ada. Ideologi itu timbul karena pencampur adukan budaya yang  mereka ikuti dengan budaya tanah air sendiri. Ideologi yang mereka anut bias juga disebut ideologi terbuka yang menginginkan kebebasan tanpa peraturan yang menyusahkan mereka.
            Contoh nyata yang  terjadi adalah pergaulan bebas. Mereka menganggap sifat terbuka jalan atau cara yang terbaik dalam bersosial atau bergaul. Namun itu semua cara yang terlampau batas.  Mereka malah terbuka dalam sembarang hal baik aurat atau penampilan, kepribadian dan hal yang  lebih mendalam lagi. Dengan keterbukaan itu banyak dampak negatif yang menimpa diri mereka. Misalnya kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur kembali terjadi di Kabupaten Kampar. Dari  kebanyakan jenis permasalahan yang serupa mungkin titik tilik yang harus dibenahi adalah moral individu.
            Masalah kehamilan dibawah umur kerap terjadi di Indonesia ini bahkan mencapai 48 dari 1.000 kehamilan (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2012). Semua itu berawal dari sifat yang terlalu mengumbar keterbukaan. Awalnya berawal dari media social ataupun dikenalkan oleh teman, lalu dengan cepat akrab dan merambah dengan cepatnya untuk berpacaran atau jadian. Ketika sudah mengantongi status berpacaran biasanya pada si cowo yang nggak bertanggung jawab dan hanya terpengaruhi oleh hawa nafsu yang kian panas tatkala bertemu dengan si c ewe pujaan hatinya. Berawal dari pegangan tangan, raba-meraba, pelukan, ciuman sampai berakhir pada kehamilan (sumber Stand Up Comedy). Itu semua berawal dari moral yang buruk. Mungkin tidak hanya moral saja yang membuat mereka rusak seperti itu. Dan berikut beberapa faktor yang memengaruhi pemuda Indonesia bertindak negatif :
1.      Faktor internal dalam keluarga
2.      Faktor lingkungan sekitar
3.      Faktor pengaruh pergaulan bebas
4.      Pengaruh budaya luar
5.      Kurangnya penanaman nilai agama
6.      Salahnya system pendidikan
Dari berbagai faktor-faktor tersebut mungkin menjadi salah satu hal yang mendasari semuanya adalah kesadaran. Baik kesadaran terhadap diri sendiri maupun kesadaran terhadap keadaan sekitar. Dan ini menjadi cambuk untuk pemuda yang nantinya akan menjadi penerus bangsa ini. Mampu atau tidakkah mereka mengatasi permasalahan yang kian rancu ini. Itu semua tergantung usaha keras mereka. Untuk menjadi pemimpin memanglah sulit tapi lebih sulit lagi menjadi yang dipimpin.
Inilah saatnya pemuda yang peduli akan kondisi negeri ini atau sering kali dipanggil negarawan muda beraksi. Saatnya mereka menunjukkan tajinya di hiruk pikuk bumi Indonesia. Saatnya mereka mengharumkan nama baik Indonesia. Saatnya  mereka memutar balik cemoohan yang dilontarkan oleh Negara adidaya terhadap Indonesia. Namun dengan sekian banyaknya masalah di negeri apakah mereka mampu mengatasinya. Memang tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, tapi sosok pemuda terbiasa dengan segala yang cepat ataupun instant. Hal itu yang ditakutkan  oleh banyak kalangan di negeri ini. Mereka takut nantinya jikalau Indonesia memiliki pemimpin muda yang mengambil keputusan terlalu cepat. Meskipun cepat baik karena hal yang diatasi telah selesai, tapi apakah pengambilan keputusan itu bersifat menguntungkan atau bahkan merugikan bangsa Indonesia sendiri. Maka dari itu kita bersama-sama membangun negeri ini. Mengobati luka negeri ini yang tak kunjung sembuh. Mengembalikan negeri yang ‘katanya tanah surga’ seperti sedia kala.



Banyak alam yang telah rusak karena tangan nakal para oknum yang tak bertanggung jawab. Mari bersama kita perbaiki kembali. Mari kita junjung nilai persatuan dan kesatuan di negeri seperti yang tersirat ‘Bhineka Tunggal Ika’. Namun apakah negarawan mampu melakukannya? Itu semua masih menjadi pertanyaan. Kalau disuruh merawat alam apa mereka tidak jijik? Pemuda zaman sekarang merasa geli ataupun alergi untuk membersihkan lingkungan sekitar. Sebagian besar dari mereka malah merusak daripada merawat. Dan kalau untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam perbedaan apakah mereka juga mampu? Mana bias seseorang yang merasa tanah kelahirannya ataupun daerah lebih baik daripada yang lain mampu menata negeri dengan baik. Mana mungkin kesombongan itu akan berimbas demi masa depan Indonesia. Itu semua akan terwujud bila benar-benar melakukan tugas mereka sebagai negarawan muda. Bangsa ini tidak butuh mimpi saja, tapi aksi nyata yang dapat menghapus omong kosong belaka. Untuk itu mari bersama bergerak, berpikir, dan bergaya seperti para pejuang yang telah mengusir penjajah dari Indonesia. Mari langkah kan kakimu, gerakkan tanganmu dan bebas pikiranmu. Mari bersama MERAWAT INDONESIA.
\
Daftar Pustaka
Sumber 5

Tentang Penulis
Nama : Haris Saputro
Studi : Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
Facebook : Haris Saputra

Twitter : @hanyaharis

0 komentar :

Posting Komentar