Karya : Nirma Prasetya Wardhani
Negara merupakan kelompok
sosial yang meduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi
dibawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menetukan tujuan nasionalnya. Dalam
suatu negara, terdapat bangsa yang merupakan penghuni negara. Bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang menghuni negara Indonesia yang berciri khas saling gotong
royong dan ramah tamah. Namun, bukan berarti keciri khas san bangsa Indonesia
dijadikan pedoman sebagai gotong royong dalam hal yang tidak baik. Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Negawaran
diartikan sebagai ahli dalam kenegaraan, ahli dalam menjalankan negara
(pemerintahan), pemimpin politik yg secara taat asas menyusun kebijakan negara
dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan
kebijaksanaan dan kewibawaan. Presiden RI pertama, Ir. Soekarno
mengatakan,”Berilah aku sepuluh orang pemuda, akan aku guncangkan dunia.”
Merujuk pada pernyataan tersebut, Ir. Soekarno mengakui bahwa eksistensi pemuda
dalam suatu negeri menentukan masa depan negeri tersebut. Pemuda sebagai aset
bangsa yang paling berharga harus mendapatkan perhatian yang serius dari
berbagai kalangan. Para generasi tua berkewajiban memberikan pendidikan yang
layak, mengajarkan moral dan akhlak, dan keteladanan. Jelaslah, bahwa pemuda
adalah tonggak perubahan suatu bangsa. Dengan bangga kita mengatakan, pemuda
adalah harapan bangsa.
Dalam hal ini, pemuda dianggap
sebagai harapan bangsa. Di tangan
merekalah terletak baik dan buruknya suatu bangsa. Ketika pemudanya baik, maka
baiklah bangsa itu. Sebaliknya, bila pemudanya buruk (berakhlak buruk), maka
bangsa itu tinggal menunggu datangnya kehancuran. Dalam suatu negara, kuantitas dan kualitas pemuda haruslah
seimbang. Kuantitas tidak seharusnya mengalahkan kualitas. Apabila dalam suatu
negara, terdapat jumlah pemuda yang
besar tidaklah bernilai apa-apa ketika tidak ada atau sedikit sekali yang
berkarya, mandiri, profesional, serta
berakhlak tinggi. ”Bukanlah pemuda seseorang yang membanggakan bapaknya.
Tetapi, pemuda itu adalah mereka yang menunjukan inilah aku.” (Imam Ali Bin Abu
Thalib) potongan kalimat ”inilah aku!”. Tidaklah bijak jikalau kita memahaminya
sebagai sikap keangkuhan. Tapi, potongan kalimat tersebut memiliki makna
komitmen kuat yang diiringi tindakan untuk berprestasi. Pemuda yang memiliki
tekad tersebutlah yang dibutuhkan oleh negara dan bangsa Indonesia sekarang
ini.
Negarawan mestinya harus bijaksana,
adil, dan dapat menjadi contoh bagi bawahan atau rakyatnya. Namun, kini kita
dihadapkan pada sebuah masalah besar dimana para pemimpin kita seolah lupa
bahwa mereka adalah negarawan yang mesti bijaksana dan membawa bangsa Indonesia
mencapai tujuannya. Mereka terlena oleh jabatan dan uang. Hedonisme dan
materialisme menjadi landasan bakti pada negara. Maka yang tercipta
adalah negarawan yang lemah, yang bisa digoyang dengan uang. Yang marak adalah
politisi yang hanya membawa kepentingan partai semata, bukan negarawan sejati.
Kepentingan rakyat tak lagi jadi prioritas, namun bisa jadi dikebelakangkan.
Indonesia boleh dikatakan saat ini sedang mengalami krisis negawaran. Banyak
peristiwa yang belakangan ini semakin membuat pesimis dalam menatap masa depan
kepemimpinan negeri ini, kasus korupsi yang menggurita, hukum yang seperti
pisau, tumpul ke untuk masyarakat atas (penguasa), tapi tajam untuk
masyarakat bawah, masalah pelayanan publik, krisis energi, kemiskinan,
pendidikan, hingga penjajahan ekonomi oleh asing yang tak kunjung usai.
Dan sebenarnya, negarawan seperti
apakah yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia? Imam Syafi’i mengatakan:
”Hidupnya pemuda itu adalah karena dua hal. Pertama ilmu dan Kedua adalah
takwa. Jikalau kedua hal itu tidak dimilikinya, maka pemuda itu sesungguhnya
adalah mati.” Dari pernyataan di atas, menurut Imam Syafi’i ada dua hal mutlak
yang harus dimiliki oleh para pemuda, yaitu ilmu dan takwa. Apabila seorang
pemuda hanya berilmu namun tak mempunyai sifat takwa, itu akan menjadikan
pemuda tersebut angkuh dan berbuat seenaknya sendiri seperti para pemuda dan
negarawan pada saat sekarang ini. Atau Pemuda yang berilmu tapi tidak berakhlak
akan melahirkan para Fir’aun baru. Hal ini menjadi permasalahan besar bagi
sebuah bangsa. Takwa tanpa ilmu adalah omong kosong. Dalam semua agama pasti
mewajibkan umatnya untuk belajar dan berilmu supaya memahami kuasa-kuasa
Tuhannya. Dalam umat Islam menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim, baik
laki-laki maupun wanita. Dan, tidak ada batasan umur dalam menuntut ilmu.
Rasulullah menegaskan, ”Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahat.” (HR
Muslim). Di samping berilmu, pemuda juga
harus bertakwa kepada Allah SWT. Kalaulah ilmu telah menerangi kegelapan di
alam semesta, agar mampu menerangi setiap celah dan lorong di bumi dan
dirasakan terangnya oleh setiap makhluk, maka harus dilengkapi dengan takwa. Al
Imam Al Ghozali rahimakumullah mengatakan, ”Bantinglah otak mencari ilmu
sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda
besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari,
yaitu pelita kehidupan jiwa.”
Pemuda dikenal dengan
keberaniannya, dan pemimpin yang beranilah yang layak untuk memimpin negeri ini
kelak. Ia berani mengatakan kepada negara asing untuk tidak mengeksploitasi
negeri ini, ia berani mengatakan kepada dunia kalau ia ta akan izinkan
rakyatnya terluka. Kita seharusnya mencontoh pejuang-pejuang kita dimasa muda
nya dahulu. Presiden pertama kita, Soekarno, pernah mengatakan sesuatu yang
sangat berani kepada dunia barat; “Inggris kita linggis, dan Amerika kita
seterika”. Hanya pemimpin yang berani dan telah mewakafkan dirinya
untuk bangsalah yang mampu mengatakan ini. Di Indonesia, perjuangan untuk
merebut kemerdekaan hingga pembacaan teks proklamasi juga atas dukungan pemuda.
Begitu pula halnya dengan peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru
hingga ke orde reformasi juga digerakkan oleh pemuda, khususnya mahasiswa. Ada
beberapa point yang bisa kita berikan
buat negeri ini:
Pertama, moralitas yang tinggi.
Pemuda harus tahu mana yang hak dan mana pula yang bathil. Pemuda harus
memiliki jiwa moralitas tinggi sebagai anak bangsa. Dengan mempunyai sifat
tersebut, pemuda akn bisa memilah bagaimana perbuatan yang seharusnya dilakukan
dengan yang tidak dilakukan. Pemuda akan bisa membedakan mana haknya dan
kewajibannya, mana milik pribadi dan mana milik umum, dan mana milik rakyat.
Dengan begitu negara akan terhindar dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan
berbagai penyimpangan. Dengan memiliki moralitas yang tinggi pemuda harus
menunujukkan kesetiaannya kepada negara dengan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
Kedua, berjiwa nasionalisme dan
patriotisme. Pemuda harus bangga dengan bangsanya sendiri. Rasa memiliki,
senasib, dan sepenanggungan adalah jiwa mereka. Keanekaragaman yang ada, di
antaranya suku, agama, ras, budaya, serta pulau yang berjajaran dari sabang
hingga merauke adalah mutlak menyatu kepada ”Bhinneka Tunggal Ika.” Sifat
gotong royong yang dimiliki bangsa Indonesia harus diterapkan sebaik-baiknya
untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih maju dalam segala bidang,
bukan malah bergotong royong bersama untuk menjadikan keterpurukan Indonesia
ini lebih mendalam seperti halnya koruptor.
Ketiga, berpartisipasi dalam
kontrol sosial dan stabilitas politik. Pemuda, khususnya mahasiswa berhak
berpartisipasi dalam kontrol sosial dan stabilitas politik. Hak mahasiswa untuk
mengusulkan ide, gagasan, dan teguran terhadap pemerintah. Mahasiswa sebagai
kaum intelektual adalah kebanggaan masyarakat. Mahasiswa memiliki hak dalam
menyampaikan pendapat, salah satunya dengan aksi. Ini diperbolehkan asal
dilakukan sesuai dengan aturan yang ada.
Keempat, adalah berkarya. Pemuda
adalah sosok pejuang dan pekerja keras yang memiliki semangat yang masih berkobar
layaknya api. Dengan berkarya, Sesuatu yang dihasilkan dalam waktu tertentu,
berwujud, dan bisa dirasakan langsung mamfaatnya oleh masyarakat, dan
berpotensi untuk dikembangkan. Pemuda menyukai hal-hal baru dan berpotensi
untuk menciptakan sesuatu yang baru. Untuk itulah dengan berkarya, para pemuda
dapat membawa nama baik Indonesia ketingkat dunia sehingga negara Indonesia
menjadi lebih terakui dimata dunia.
Untuk
menciptakan negarawan muda, Kampus adalah kawah candradimuka. Mahasiswa masih
memiliki idealisme kerakyatan, jauh dari kepentingan politik. Negarawan akan
lahir bukan dari rahim-rahim kenyamanan sosial, namun ia akan lahir dari
insan-insan yang memiliki kegelisahan sosial dan kepekaan yang tinggi terhadap
masalah bangsa, dan kesemuanya itu masih dapat kita temukan dalam hati para
intelektual muda kampus yang sejatinya tak hanya menjadi kritisi dan pengawas
pemerintah, namun juga bisa menjadi bagian dari solusi bangsa. Mahasiswa adalah
iron stock, agent of change, moral force, sekaligus social
control pemerintahan. Modal psikologis yang mantap untuk menjadi negawaran
masa depan. Jadi, untuk menjadi negarawan sejati, bisa berawal dari kampus.
Daftar
Pustaka
Widodo,Sumardi,
S.Pd, M.Pd. REVITALISASI PEMUDA DEMI MEMAJUKAN
INDONESIA. Universitas Diponegoro
http://baktinusaddugm.wordpress.com
Tentang Penulis
Nama : Nirma Prasetya Wardani
Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
Facebook : NirManiez
Twitter : @nirmaprasetya
Tentang Penulis
Nama : Nirma Prasetya Wardani
Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
Facebook : NirManiez
Twitter : @nirmaprasetya
0 komentar :
Posting Komentar